SEKTOR KELAUTAN & PERIKANAN

Menteri Susi: Penurunan Bobot Kapal Nelayan Rugikan Negara

Redaksi DDTCNews | Jumat, 05 Mei 2017 | 09:26 WIB
Menteri Susi: Penurunan Bobot Kapal Nelayan Rugikan Negara

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap bersikukuh untuk mengukur ulang kapal-kapal nelayan, meskipun hal ini mendapat penolakan dari banyak nelayan. Pengukuran ini dilakukan karena masih ada kapal yang sengaja menurunkan berat sebenarnya dalam dokumen.

Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan penolakan tersebut berasal dari nelayan dari wilayah Jakarta, Cirebon, Medan dab Batang. Menurutnya penurunan bobot kapal dalam dokumen itu bisa menyebabkan kerugian negara yang cukup besar.

"Kami ukur ulang kapal-kapal nelayan, kami melihat ada 4 daerah yang menolak diukur ulang kapalnya. Penurunan bobot (markdown) kapal dalam dokumen terlalu banyak, kerugian negara kan besar sekali," ujarnya di Kantor Kemenko Perkonomian Jakarta, Kamis (4/5).

Baca Juga:
Apa Itu Simbara?

Menurutnya pemilik kapal sengaja memalsukan bobot kapal hingga di bawah 30 Gross Ton (GT) lantaran jika bobot kapal di atas 30 GT maka pemiliknya harus menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP) perikanan.

Jika di bawah 30 GT, pemilik kapal juga akan mendapat keuntungan selain tidak membayar PNBP yaitu mendapatkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pemerintah. Dikabarkan, kapal-kapal yang menolak untuk diukur ulang dikarenakan bobot aslinya bisa jauh melebihi 30 GT, bahkan dimungkinkan bisa mencapai 80-100 GT.

Susi menjelaskan pemilik kapal bersikeras menolak pengukuran ulang bobot kapal. Jika pemilik kapal kedapatan diketahui bobot kapal aslinya melebihi 30 GT, mereka akan kehilangan subsidi BBM dan harus menyetor PNBP kepada pemerintah.

Menurut Susi pemerintah akan melakukan pengukuran bobot secara paksa pada beberapa waktu mendatang. "Masa negara harus rugi semuanya. Ada sekitar 4.000 kapal yang belum diukur ulang sampai akhir tahun. Targetnya akhir bulan Desember," tegasnya. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Senin, 21 Oktober 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS

8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran

Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Dewan Pakar Prabowo Sebut Pembentukan BPN Kemungkinan Tertunda

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:00 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN