KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

Muhamad Wildan | Senin, 16 Desember 2024 | 19:30 WIB
Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

Founder DDTC Darussalam saat menjadi narasumber dalam detikSore, Senin (16/12/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Kebijakan pemerintah untuk tetap meningkatkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% dipandang sebagai jalan tengah yang perlu diambil dalam rangka meningkatkan penerimaan negara.

Founder DDTC Darussalam mengatakan pemerintah bisa memilih untuk menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) ataupun mengurangi fasilitas pembebasan PPN. Namun, langkah tersebut tidak diambil demi melindungi UMKM dan masyarakat rentan.

"Ketika kita bicara kebijakan PPN, kita harus lihat 3 hal [tarif, threshold PKP, dan fasilitas]. Banyak negara yang tarif PPN-nya di bawah kita, tapi batasan untuk memungut PPN di bawah Rp4,8 miliar," katanya dalam detikSore, Senin (16/12/2024).

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Sebagai informasi, pelaku usaha baru diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan memungut PPN jika omzetnya dalam setahun sudah Rp4,8 miliar atau lebih. Threshold senilai Rp4,8 miliar tersebut jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata global senilai Rp1,6 miliar.

"Indonesia bisa saja tarif tidak perlu naik, tapi Rp4,8 miliar itu diturunkan. Rata-rata dunia itu Rp1,6 miliar. Katakan Indonesia turunkan ke Rp2 miliar, nanti banyak pengusaha yang diminta memungut PPN. Jadi, barangnya kena pajak," ujar Darussalam.

Saat ini, pembebasan PPN telah diberlakukan atas beragam jenis barang dan jasa seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, dan lain-lain.

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Darussalam menekankan bahwa PPN seharusnya bersifat netral, yang artinya dipungut atas setiap penyerahan barang dan jasa. Namun, pemerintah memilih untuk tidak mengenakan PPN atas barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Secara konseptual PPN sesungguhnya pajak yang tidak adil. Namun, pemerintah memilih untuk mencoba berlaku adil dengan memberlakukan beragam pembebasan PPN atas barang dan jasa yang dikonsumsi oleh kelompok rentan.

Meski PPN diputuskan untuk tetap naik pada tahun depan, perlu diingat bahwa kebijakan ini banyak diwarnai oleh banyak penolakan dari publik. Oleh karena itu, Darussalam berpandangan pemerintah perlu memperbaiki komunikasi publik terkait dengan kenaikan tarif PPN.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

"Yang terpenting adalah bagaimana kita menarasikan, itu yang masalah di republik ini. Bagaimana rakyat merasakan pajak sehingga kita sukarela membayar pajak, bukan pajak yang dipaksakan untuk bayar. Skandinavia pajaknya tinggi, tetapi bahagia. Mengapa? Karena benar-benar dirasakan," tutur Darussalam.

Momentum kenaikan tarif PPN juga perlu dimanfaatkan pemerintah untuk mulai menerapkan earmarking dengan mengalokasikan sebagian penerimaan PPN khusus untuk program-program kesejahteraan sosial.

Contoh, Italia mengalokasikan 38,5% dari penerimaan PPN untuk jaminan sosial kesehatan bagi penduduk. Indonesia seyogianya bisa menerapkan hal yang sama. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor