Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Setiap metode penyusutan yang digunakan oleh perusahaan memiliki implikasi yang berbeda terhadap laporan keuangan dan perhitungan pajak.
Dalam aspek akuntansi, penyusutan diatur melalui Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 216. Sementara itu, dalam aspek perpajakan, penyusutan aset diatur melalui Undang-Undang (UU) 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Ketentuan teknisnya kemudian diatur lebih lanjur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
“Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan PMK,” bunyi Pasal 11 ayat (7) UU 36/2008, dikutip pada Kamis (12/9/2024).
Perlu diperhatikan, tidak semua metode penyusutan yang diterima dalam akuntansi dapat digunakan dalam perpajakan. Lantas bagaimana perbedaan metode penyusutan dalam perpajakan dan akuntansi?
Dibandingkan dengan penyusutan fiskal, pilihan metode penyusutan komersial (akuntansi) lebih bervariasi. Menurut Suandy (2011), terdapat 3 pengelompokan metode penyusutan.
Pertama, berdasarkan waktu. Ada 2 jenis metode dalam kelompok ini, yaitu metode garis lurus atau straight line method dan metode pembebanan yang menurun. Metode pembebanan menurun kemudian dibagi menjadi 2, yakni metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method) dan metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method).
Kedua, metode penyusutan berdasarkan penggunaan. Terdapat 2 metode dalam kelompok ini, pertama, metode jam jasa (service hours method) dan metode jumlah unit produksi (productive output method).
Ketiga, metode penyusutan berdasarkan kriteria lainnya. Dalam kelompok ini terdapat 3 jenis metode penyusutan, yakni metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method), metode anuitas (anuity method), dan sistem persediaan (inventory systems).
Perusahaan dapat mempertimbangkan dan memilih metode yang akan digunakan, namun metode yang dipilih perusahaan harus diungkapkan dalam laporan keuangan (PSAK 16 Paragraf 73). Metode penyusutan yang digunakan juga harus digunakan secara konsisten dan ditelaah ulang secara periodik oleh perusahaan.
Dalam aspek perpajakan, pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui mekanisme penyusutan.
“Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A,” bunyi Pasal 9 ayat (2) UU 36/2008.
Berdasarkan beleid tersebut, terdapat 2 metode yang boleh dipergunakan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method).
Untuk aset tetap berwujud bangunan hanya boleh menggunakan metode garis lurus, sedangkan untuk aset tetap berwujud bukan bangunan boleh menggunakan satu di antara 2 metode tersebut asal diterapkan secara taat asas (Suandy, 2011). (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.