BERITA PAJAK HARI INI

Mengantisipasi Kebutuhan Belanja Rumah Tangga yang Makin Bengkak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 Desember 2024 | 09:47 WIB
Mengantisipasi Kebutuhan Belanja Rumah Tangga yang Makin Bengkak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dinilai perlu mengantisipasi kebutuhan belanja rumah tangga yang terus meningkat. Mandiri Spending Index yang dirilis Bank Mandiri menyebutkan belanja masyarakat terkait dengan kebutuhan pangan terus mengalami peningkatan. Kondisinya diproyeksikan terus berlanjut hingga tahun depan, seiring dengan sejumlah kebijakan pungutan pajak dan iuran yang disesuaikan.

Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (3/12/2024).

Harian Kompas misalnya, turut mengangkat topik ini dalam headline-nya. Media massa tersebut menuliskan kekhawatiran tentang risiko ekonomi yang dialami masyarakat ekonomi bawah sebagai dampak dari berbagai pungutan dan iuran yang berlaku tahun depan, seperti kenaikan tarif PPN menjadi 12%, normalisasi tarif PPH final bagi pelaku UMKM, hingga pengalihan subsidi energi ke bantuan langsung tunai (BLT).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Tim ekonomi dari Bank Mandiri menerbitkan laporan bahwa proporsi belanja masyarakat terkait dengan kebutuhan pangan pada November 2024 tercatat 22,1%, naik 2 kali lipat jika dibandingkan dengan situasi pada awal 2023.

Secara keseluruhan, proporsi belanja masyarakat terhadap kebutuhan sehari-hari (basic necessities) pada November 2024 tercatat 40,2%, naik 6,3% secara tahunan.

Pemerintah dinilai perlu mengantisipasi perkembangan situasi yang terjadi selepas kenaikan tarif PPN tahun depan. Laporan Survei Keyakinan Konsumen Bank Indonesia pada Oktober 2024 pun menunjukkan bahwa porsi pendapatan masyarakat untuk konsumsi (average prosperity to consume) sebesar 74,5%, naik dari September 2024 sebesar 74,1%.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Tak cuma itu, porsi pendapatan masyarakat untuk tabungan (saving ton income ratio) mengalami penurunan, yakni dari 15,3% pada September 2024 menjadi 15% pada Oktober 2024. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai mengambil porsi tabungannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan tabungan kelas menengah, terutama menengah ke bawah, saat ini terus tergerus. Menurutnya, hal ini turut disebabkan pelemahan daya beli masyarakat.

"Middle to lower sangat rentan terhadap pengeluaran pangan. Kalau harga pangan naik, mereka makin tertekan. Terutama dengan adanya potongan-potongan lainnya," kata Andry.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selain ulasan mengenai risiko makin meningkatkan kebutuhan belanja rumah tangga, ada pula topik lain yang juga diangkat oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, rencana kenaikan tarif PPN yang dinilai perlu untuk dipandang secara komprehensif, ketentuan coretax system, dan bakal ditunjuknya Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu sebagai Menteri Penerimaan Negara.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Beragam Fasilitas PPN Redam Dampak Kenaikan Tarif

Publik perlu mengingat bahwa pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas PPN. Kebijakan tersebut bisa menjadi kompensasi atas kenaikan tarif pada tahun depan.

Founder DDTC Darussalam mengatakan publik perlu memahami sistem PPN secara utuh mengingat isunya bukan hanya soal tarif. Pemberian fasilitas dan pengaturan threshold PKP yang tinggi juga menjadi upaya untuk untuk mengedepankan aspek keadilan dalam sistem PPN tersebut.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

"Adanya skema fasilitas PPN yang bervariasi serta batasan threshold PKP yang tinggi sudah memberikan sinyal bahwa kenaikan tarif PPN 12% akan lebih dapat dikelola dampaknya. Saya melihat pemerintah rela, ikhlas, untuk tidak mengenakan ini karena tujuannya semata-mata pembelaan kepada masyarakat berpenghasilan rendah," katanya. (DDTCNews)

Badai Pelemahan Daya Beli Belum Usai

Pemerintah masih dihadapkan tantangan ekonomi berupa pelemahan daya beli masyarakat. Salah satu parameter yang bisa menunjukkan pelemahan ini adalah skor Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di level 49,6. Dengan di bawah 50, artinya kinerja manufaktur Indonesia berada di zona kontraksi.

Selain itu, laju inflasi juga terus menurun. Inflasi November 2024, yakni 1,55% (year on year), bahkan tercatat paling rendah sejak Agustus 2021.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Merespons kondisi tersebut, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan sempat bilang bahwa kenaikan tarif PPN pada 2025 berpotensi diundur. Menurutnya, opsi pengunduran kenaikan tarif PPN terbuka seiring dengan masih lemahnya daya beli masyarakat. Kondisi itu membuat pemerintah lebih memilih untuk memberikan insentif terlebih dulu, ketimbang langsung menaikkan tarif PPN. (Kontan, DDTCNews)

Gelombang Penolakan Kenaikan PPN

Sejalan dengan makin dekatnya waktu dimulainya kenaikan tarif PPN menjadi 12%, yakni 1 Januari 2025, gelombang penolakan dari publik masih cukup kencang. Penolakan tersebut, salah satunya, dituangkan dalam petisi pada platform Change.org yang hingga saat ini sudah ditandatangani lebih dari 14.000 orang.

Petisi daring bertajuk 'Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!' tersebut ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Melalui petisi itu, publik menyampaikan aspirasinya bahwa kenaikan PPN dinilai belum tepat di tengah daya beli yang masih melemah, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan tingginya biaya hidup. (Harian kompas)

Coretax Ubah Cara Restitusi PPh

Coretax administration system mengubah mekanisme restitusi atas PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut.

Merujuk pada Pasal 130 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, PPh yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut diminta kembali oleh pemotong atau pemungut dengan mengajukan permohonan.

Baca Juga:
Catat! Hari Ini Batas Permohonan SKB PPN yang Dimanfaatkan untuk 2024

"Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 yang terkait dengan PPh, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pemotong atau pemungut pajak dengan mengajukan permohonan," bunyi Pasal 130 ayat (1) PMK 81/2024. (DDTCNews)

Anggito Calon Menteri Penerimaan Negara

Utusan Khusus Presiden Hashim Djojohadikusumo mengatakan wakil menteri keuangan hanyalah jabatan sementara bagi Anggito Abimanyu.

Menurut Hashim, Presiden Prabowo Subianto nantinya akan melantik Anggito menjadi menteri penerimaan negara. Anggito selaku menteri akan ditugaskan untuk melaksanakan perbaikan sistem perpajakan dan cukai.

"Itu nanti ditangani oleh Pak Anggito sebagai menteri penerimaan negara yang baru. Saya kira beliau sebagai wakil menteri itu untuk sementara," ujar Hashim. (DDTCNews) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak