INDIA

Maskapai Keluhkan Tarif Pajak Bahan Bakar

Redaksi DDTCNews | Senin, 29 April 2019 | 20:54 WIB
Maskapai Keluhkan Tarif Pajak Bahan Bakar

Ilustrasi. 

NEW DELHI, DDTCNews – Perusahaan jasa transportasi udara India merasa keberatan dengan tingginya tarif pajak pada bahan bakar pesawat penerbangan (aviation turbine fuel/ATF). Pasalnya, tarif yang berlaku saat ini lebih tinggi 35% dibanding di wilayah lainnya.

Ketua SpiceJet Ajay Singh mengatakan maskapai penerbangan merupakan bisnis global dan negara manapun tidak dapat mempertahankan ATF – biaya terbesar dalam bisnis ini – yang mencapai 40%. Tarif itu merupakan akumulasi dari tarif pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 30% dan cukai 11%.

“Itu tidak berkelanjutan dan kita harus menemukan solusi untuk itu. Membawa ATF ke dalam aturan GST [pajak atas barang dan jasa] dapat menjadi salah satu solusi. Usulan ini telah beberapa kali dibahas dengan pemerintah dan diterima,” tuturnya seperti dikutip pada Senin (29/4/2019).

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Dalam kebijakan yang berlaku saat ini, bahan bakar diesel, bensin, minyak mentah, gas alam, dan ATF dikategorikan sebagai komoditas yang berada di luar cakupan GST, tapi dikategorikan dalam cakupan PPN. Sementara, komoditas seperti minyak tanah, nafta, dan LPG termasuk dalam cakupan GST.

Atas pengkategorian itu, dia mengusulkan ATF agar dikategorikan ke dalam cakupan GST. Usulan itu juga telah dibahas pada pertemuan GST dan beberapa negara telah menyetujuinya dengan asumsi rezim pajak GST tidak akan menyebabkan kehilangan pendapatan maskapai.

“Diharapkan, Dewan GST akan membahas usulan ini pada pertemuan berikutnya Juli mendatang,” paparnya.

Baca Juga:
Kembangkan Avtur Berkelanjutan, Malaysia Siapkan Insentif Pajak

Jika ATF dimasukkan ke dalam rezim GST, maskapai penerbangan berpotensi mendapat keringanan setidaknya INR3.000 crore (Rp6,1 triliun) hingga INR5.000 crore (Rp10,16 triliun) per tahun dalam kredit pajak masukan.

Sebelumnya, Menteri Penerbangan Sipil India Suresh Prabhu pun sepakat ATF harus dimasukkan ke dalam rezim GST untuk memberi kesetaraan bagi industri penerbangan domestik. Menurut Prabhu, biaya input harus kompetitif untuk setiap sektor.

“Setiap negara memiliki tarif pajak yang berbeda. Karena biaya ATF benar-benar berubah, kami rasa hal itu harus dilakukan. Saya harap Dewan GST menerima usulan itu. Kami akan mengusahakan ATF agar masuk ke dalam rezim GST,” tegas Prabhu.

Baca Juga:
Periode 1960 hingga Sekarang, Negara yang Terapkan PPN Terus Bertambah

Sejauh ini, harga ATF telah direvisi setiap bulan karena dikaitkan dengan tolok ukur global dan nilai tukar mata uang asing pada bulan sebelumnya. Berdasarkan data Indian Oil Corporation, harga ATF telah meningkat sebanyak 9% terhitung sejak Januari-Maret 2019

Tingginya tarif ATF yang dipicu oleh besarnya pajak kerap dituduh sebagai salah satu alasan kegagalan beberapa maskapai penerbangan, seperti Modiluft, Damania Airways, Air Sahara, East-West Airlines, Kingfisher dan Air Deccan.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kembangkan Avtur Berkelanjutan, Malaysia Siapkan Insentif Pajak

Selasa, 26 November 2024 | 16:09 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Periode 1960 hingga Sekarang, Negara yang Terapkan PPN Terus Bertambah

Senin, 25 November 2024 | 16:39 WIB STATISTIK TARIF PAJAK

Ini Posisi Tarif PPN di Indonesia Dibandingkan 38 Anggota OECD

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah