JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (2/11), berita datang dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggelar sidang perdana uji materi (judicial review) atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, yang sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) No 9/2-17 pada Juli 2017.
Gugatan tersebut diajukan oleh dosen Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang. Alasannya, pertama, pemerintah keliru menjadikan Perppu sebagai bagian dari hasil persetujuan Indonesia terhadap konvensi internasional atas pertukatan data keuangan antarnegara. Menurut dia, mestinya hasil konvensi internasional itu dituangkan dalam UU melalui proses ratifikasi.
Kedua, isi konvensi internasional dengan Perppu ini nyatanya berbeda. Menurut Fernando, konvensi internasional secara fundamental hanya mengatur keterbukaan informasi yang terkait dengan perpajakan adalah pembukaan rekening warga negara tertentu yang ada di luar negeri. Perppu ini justru tidak jelas karena memberi tambahan wewenang kepata otoritas pajak untuk membuka seluruh rekening nasabah, termasuk yang ada di dalam negeri. Perppu ini dinilai melanggar Pasal 28G UUD 1945 terkait perlindungan atas pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil.
Atas gugatan ini, Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar mengaku akan mempelajarinya. Apalagi Perppu ini sudah ditetapkan sebagai UU. Dengan begitu gugatan bisa saja sudah tidak memenuhi syarat formil dan dinyatakan gugur.
Berita lainnya datang dari peringkat kemudahan berbisinis Indonesia yang melonjak ke posisi 72 dan pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2017. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke-72 dari 190 negara dalam Laporan Kemudahan Usaha 2018, melonjak 42 peringkat dalam tiga tahun terakhir. Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo A Chaves mengatakan Indonesia mempercepat laju reformasi tahun terakhir dan upaya ini membuahkan hasil. Reformasi yang diperluas dengan mengikutsertakan keterbukaan dan persaingan merupakan kunci untuk menstimulasi sektor swasta lebih jauh di negara ini.
Sinyal menguatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2017 semakin kencang. Sejumlah data ekonomi yang telah rilis hingga saat ini menjadi sentimen positif bagi angka pertumbuhan yang akand diumumkan pada awal pekan depan. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan industri manufaktur besar dan sedang tumbuh 5,51% pada kuartal III/2017. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak 2015. Pertumbuhan itu mendorong perbaikan PDB karena share industri manufaktur sekitar 50% dari PDB.
Berdasarkan data Diten Bea dan Cukai, realisasi penerimaan hingga Oktober 2017 senilai Rp126,94 triliun atau 67,11% dari target APBNP 2017 yang dipatok Rp189,1 triliun. Kinerja itu ditopang penerimaan bea masuk Rp27,89 triliun, bea keluar Rp3,07 triliun,dan cukai Rp95,98 triliun. Penerimaan cukai masih didominasi oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Bulau lalu, capaiannya bahkan tembus Rp91,95 triliun dari total penerimaan cukai. Sementara cukai lainnya seperti Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) masih berada di kisaran Rp4,07 triliun, dan etil alkohol (EA) Rp121,03 miliar.
Pemerintah terus memutar otak untuk menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu yang cara yang ditempuh adalah melakukan intensifikasi terhadap objek-objek PNBP yang sudah ada. Di samping berharap harga komoditas terus terjaga, pemerintah akan terus mereformasi penerimaan melalui perbaikan iklim investasi SDA, revisi kontrak, efisiensi operasional PNBP, dan penggalian potensi baru. Pemerintah juga akan berupaya menyempurnakan revisi UU No 20/2017 tentan PNBP beserta aturan turunannya yang mengatur jenis dan tarif PNBP.
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono menyatakan pelaku usaha sebenarnya berada pada posisi tidak saling bertentangan dengan fiskus atau Ditjen Pajak. Apabila ditemukan pelaku usaha atau korporasi yang memang terindikasi melakukan penerbitan faktur pajak fiktif, proses pemeriksaan bukper pun tak mereka persoalkan. Hanya saja, dari beberapa kasus, ada perusahaan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan penerbitan faktur fiktif. Pengusaha meminta agar proses penegakan hukum harus didasarkan asas proporsionalitas dan mempertimbangkan implikasinya terhadap dunia usaha.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.