JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memastikan Indonesia melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan telah lulus assessment atau penilaian dari panitia penyelenggara Automatic Exchange of Information ( (AEoI).
Hal itu diungkapkan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan. Dengan begitu, lanjutnya, Indonesia dipastikan siap bertukar data atau informasi perpajakan dengan negara lain pada September 2018 mendatang.
"Kami telah memenuhi syarat sebagai partisipan AEoI di dunia intenasional. Panitianya sudah datang, kami sudah lulus," kata Robert saat menggelar konferensi pers di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta Pusat, Jumat (5/1).
Robert menjelaskan, saat mengikuti penilaian, ada beberapa indikator yang menjadi penentu kelulusan. Indikator tersebut di antaranya soal regulasi di internal Ditjen Pajak, kesiapan sarana dan prasarana sistem teknologi informasi, legislasi peraturan domestik, serta pemenuhan aspek kerahasiaan dan keamanan data perpajakan.
"Ada assessment dari luar, dan hasil dari assessment itu kami sudah lulus," ujarnya.
Sebelum mengikuti penilaian, Ditjen Pajak telah mempersiapkan diri dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 dan 73 Tahun 2017. Sejumlah regulasi tersebut jadi pendukung untuk mengimplementasi akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Sebagaimana diketahui, selama ini pemerintah Indonesia mengalami kesulitan untuk mencari orang yang menyembunyikan hartanya di negara suaka pajak sehingga terhindar dari petugas pajak. Namun, dengan berlakunya pelaksanaan AEoI ini, diharapkan ruang bersembunyi wajib pajak dapat semakin diminimalisir serta bagi yang ketahuan bisa diberikan tindakan tegas sesuai ketentuan yang ada.
Selain itu, dengan keterlibatan Indonesia pada perjanjian itu, maka akan memberikan dampak terhadap penerimaan pajak khususnya dari wajib pajak orang pribadi. Dia memperkirakan tambahan penerimaan dari implementasi AEoI sebesar Rp10 triliun khususnya dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29.
"Kalau melihat realisasi PPh OP, angka 2017 Rp7,83 triliun, tahun ini mungkin Rp 10 triliun bisa," ujarnya.
Realisasi pajak PPh pasal 25 dan 29 sepanjang 2017 tercatat sebesar Rp7,83 triliun atau 39,26% dari target Rp 19,94 triliun atau tumbuh 47,32% meskipun belum sesuai target. Ditjen Pajak pada tahun lalu telah berhasil mengunci penerimaan perpajakan sebesar Rp1.151,10 triliun atau 89,6% dari target Rp1.283,6 triliun.
Robert mengatakan dalam mengejar target penerimaan di tahun ini yang sebesar Rp1.423 triliun, akan kembali memetakan bersama para kepala kantor wilayah (Kanwil) maupun kantor pelayanan pajak (KPP).
"Nah di dalam bekerja Ditjen Pajak dalam waktu dekat akan rapim (rapat pimpinan) dengan seluruh kanwil, dan KPP. Dalam forum tersebut yang menjadi target 2018 kami distribusikan, dengan memetakan potensi pajak di masing-masing daerah," jelasnya.
Dari 341 KPP, sebanyak 66 yang berhasil merealisasikan penerimaan 100%, sebanyak 2 dengan capaian 99%-99,99%, lalu 15 dengan pencapaian 95%-98,99%, dan 58 dengan pencapaian 90%-94,99%. Sedangkan 141 KPP sisanya di bawah 90%.
Selain dari AEoI, lanjut Robert, Ditjen Pajak juga akan memanfaatkan data-data yang dihasilkan dari program tax amnesty. "Adanya akses kepada data sektor keuangan baik domestik dan luar seyogyanya menambah kemampuan kami untuk mendeteksi ketidakpatuhan," pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.