BERITA PAJAK HARI INI

Laporan Jadi Bulanan, DJP Pantau Akurasi Pemanfaatan Insentif Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Juli 2020 | 08:00 WIB
Laporan Jadi Bulanan, DJP Pantau Akurasi Pemanfaatan Insentif Pajak

Ilustrasi. Gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 berubah dari sebelumnya kuartalan menjadi bulanan. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/7/2020).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sesuai PMK 86/2020, perubahan waktu pelaporan berlaku untuk pemanfaatan insentif mulai masa pajak Juli 2020 (yang dilaporkan paling lambat 20 Agustus 2020). Perubahan dibutuhkan untuk evaluasi efektivitas pemberian insentif pada masa pandemi.

“Untuk pelaporannya dapat dilaporkan setiap bulan karena ini sangat diperlukan pada waktu kita melakukan evaluasi. Bagaimana pemanfaatan insentif ini dan efek insentif ini pada keberlangsungan perusahaan,” ujar Suryo. Simak artikel ‘Keterangan Resmi DJP Soal PMK Baru Insentif Pajak WP Terdampak Corona’.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dalam Pasal 16 PMK 86/2020 ditegaskan laporan realisasi pemanfaatan fasilitas pembebasan PPh pasal 22 impor dan pengurangan 30% angsuran PPh pasal 25 untuk masa pajak April 2020 hingga masa pajak Juni 2020 tetap dilaksanakan sesuai dengan PMK 44/2020.

Selain perubahan periode pelaporan realisasi pemanfaatan kedua insentif pajak tersebut, ada pula bahasan mengenai pemajakan atas ekonomi digital yang menjadi salah satu perhatian dalam pertemuan G20 secara virtual pada akhir pekan lalu.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?
  • Pemantauan Tiap Bulan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas ingin agar akurasi dan kecepatan realisasi pemanfaatannya bisa terpantau dari bulan ke bulan. Simak artikel ‘Tidak Kuartalan Lagi, Lapor Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Tiap Bulan’.

"Kami ingin agar hanya wajib pajak yang berhak, yang memang benar-benar memanfaatkan insentif pajak yang telah disediakan oleh pemerintah," ujar Hestu.

Meski frekuensi pelaporan meningkat dari setiap kuartal menjadi setiap bulan, Hestu menjamin wajib pajak tidak akan kesulitan. Adanya sistem online yang telah dikembangkan DJP akan mempermudah wajib pajak dalam menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Simak artikel ‘Aplikasi Pelaporan Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Sudah Tersedia’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • AS Tidak Terima

Dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu, ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, semua negara berharap pada basis pemajakan baru dari ekonomi digital. Apalagi pada masa pandemi, aktivitas ekonomi digital meningkat.

Namun, hingga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai prinsip-prinsip pemajakan meskipun OECD telah menyampaikan dua pilar sebagai pendekatan. Dia menyampaikan pembahasan masih harus dilakukan. Simak artikel ‘Pajak Digital Jadi Bahasan Forum G20, Ini Penjelasan Sri Mulyani’.

“Tadinya pada bulan Juli sudah ada kesepakatan. Namun, AS melakukan langkah untuk tidak menerima dulu sehingga sekarang perlu upaya tambahan agar kedua pilar itu setujui,” kata Sri Mulyani. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun
  • Komentar Tertulis

Pemerintah Indonesia mengirimkan komentar tertulis atas inisiasi investigasi United States Trade Representative (USTR) terhadap pajak transaksi elektronik (PTE) yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020.

Dalam komentar tertulis itu, pemerintah menyatakan tetap berkomitmen untuk mendukung tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital baik pada Pilar 1 Unified Approach maupun Pilar 2 Global Anti-Base Erosion (GloBE) meskipun PTE masuk dalam UU No. 2/2020.

"Indonesia kembali menegaskan bahwa kami tetap berkomitmen dalam perkembangan negosiasi konsensus global. Penerapan PTE nantinya akan tetap mempertimbangkan hasil dari konsensus global," tulis Pemerintah Indonesia dalam komentar tertulis itu. (DDTCNews)

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas
  • Berhenti Manfaatkan Insentif

Ditjen Pajak (DJP) memberikan dua opsi untuk wajib pajak yang ingin berhenti memanfaatkan insentif pajak yang disediakan selama masa pandemi Covid-19. Sebenarnya, dalam PMK 86/2020, tidak diatur secara spesifik mengenai prosedur penghentian pemanfaatan insentif pajak.

Pertama, langsung berhenti tanpa melakukan pemberitahuan kepada DJP. Untuk opsi pertama ini wajib pajak langsung membayar kewajiban pajaknya dengan rezim normal. Kedua, memberikan keterangan tertulis kepada kantor pajak terdaftar.

“Wajib pajak boleh saja memberitahukan kepada KPP melalui surat/tertulis agar tidak dimintai laporan pemanfaatan insentif yang dipersyaratkan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target
  • Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Presiden Jokowi membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pembentukan ini ditandai dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No.82 Tahun 2020.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk sebagai Ketua Komite. Menteri BUMN Erick Thohir ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Komite. Komite ini membawahi dua satuan tugas (Satgas), yaitu Satgas Penanganan Covid-19 dan Satgas PEN. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

21 Juli 2020 | 23:14 WIB

Pemerintah merubah pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 dari yang sebelumnya kuartalan menjadi bulanan. Hal tersebut dilakukan agar pemerintah dapat mengetahui eveluasi efektivitas pemberitan insentif. Selain memberi insentif pajak, pemerintah juga harus memberikan kemudahan dan menciptakan administrasi yang taxpayers friendly.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra