Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (24/2/2023). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Perdagangan karbon secara resmi telah diluncurkan pada pekan keempat Februari 2023. Dalam pelaksanaan perdagangan karbon fase I hingga 2024, perdagangan karbon akan dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik milik PLN berkapasitas lebih besar atau sama dengan 100 megawatt (MW).
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menjelaskan ada sejumlah kewajiban yang perlu dijalankan oleh perusahaan pemilik PLTU batu bara dalam menjalankan perdagangan karbon ini. Hal ini diatur secara detail dalam Peraturan Menteri ESDM 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
"Pertama, penyampaian rencana monitoring emisi gas rumah kaca (GRK)," kata Jisman dalam peluncuran perdagangan karbon oleh Kementerian ESDM, dikutip pada Rabu (1/3/2023).
Artinya, pelaku usaha yang mengikuti perdagangan karbon harus menyusun rencana monitoring emisi GRK pembangkit listrik tenaga listrik secara tahunan. Rencana monitoring perlu dilakuakn untuk setiap unit pembangkit listrik. Laporan disampaikan paling lambat 31 Desember setiap tahunnya.
Kedua, pelaku usaha wajib menyampaikan laporan tingkat emisi gas rumah kaca. Pelaku usaha yang mengikuti perdagangan karbon atau memiliki pembangkit tenaga listrik fosil selain PLTU wajib menyampaikan laporan emisi GRK untuk setiap unit pembangkit tenaga listrik melalui APPLE-Gatrik.
Sedangkan pelaku usaha yang memiliki pembangkit energi baru terbarukan (EBT) wajib menyampaikan laporan berupa data pengusahaan pembangkit tenaga listrik. Laporan ini disampaikan paling lambat 31 Januari tahun berikutnya.
Perlu dicatat, laporan emisi unit pembangkit listrik yang mengikuti perdagangan karbon wajib dilakukan validasi dan verifikasi oleh verifikator dan validator independen. Validasi ini dilakukan paling lambat 31 Maret tahun berikutnya.
Ketiga, pelaku usaha wajib menyampaikan laporan pelaksanaan perdagangan karbon. Laporan ini berupa pencatatan dan pelaporan rekapitulasi perdagangan karbon melalui aplikasi APPLE-Gatrik. Pelaporan disampaikan paling lambat 31 Januari tahun berikutnya.
"Ada fitur baru di APPE-Gatrik, pelaku usaha mencatat seluruh aktivitas perdagangan karbon, baik dari perdagangan karbon atau offset," kata Jisman.
Selanjutnya, pelaku usaha wajib menyerahkan hasil pelaksanaan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), bukti offset emisi GRK, dan laporan emisi GRK sesuai hasil dan validasi dan verifikasi.
"Disampaikan paling lambat 20 April tahun berikutnya," kata Jisman.
Sesuai dengan Peraturan Presiden (Pepres) 98/2021, perdagangan karbon dilakukan melalui 2 mekanisme, yakni perdagangan langsung dan bursa karbon.
Khusus untuk perdagangan karbon melalui bursa, saat ini pemerintah tengah menyiapkan infrastrukturnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai informasi, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui jual beli unit karbon. Perdagangan karbon dijalankan melalui 2 mekanisme, yakni perdagangan emisi dan offset emisi.
Dalam praktiknya nanti, unit pembangkit yang menghasilkan emisi melebihi batas pada PTBAE-PU punya kewajiban untuk membeli emisi dari unit PLTU yang menghasilkan emisi di bawah batas pada PTBAE-PU.
Opsi lainnya, pembangkit yang menghasilkan emisi berlebih bisa membeli sertifikat pengurangan emisi (SPE). Kemudian, sisa surplus emisi dari PTBAE-PU bisa diperdagangkan pada tahun berikutnya paling lama 2 tahun, terhitung sejak akhir perdagangan karbon dan tidak melebihi fase perdagangan karbon. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.