BERITA PAJAK HARI INI

Ketimpangan Indonesia Masuk Terburuk di Dunia

Redaksi DDTCNews | Jumat, 24 Februari 2017 | 09:35 WIB
Ketimpangan Indonesia Masuk Terburuk di Dunia

JAKARTA, DDTCNews – Ketimpangan pendapatan antara si kaya dan si miskin di Indonesia masuk kategori terburuk di dunia. Bahkan dalam dua dekade terakhir, ketimpangan antara kelompok terkaya dan kelompok miskin di Indonesia meningkat lebih cepat dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara. Berita tersebut mewarnai sejumlah media nasional pagi ini, Jumat (24/2).

Dalam laporan Oxfam Indonesia dan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) yang berjudul Menuju Indonesia yang Lebih Setara mencatat kekayaan empat orang terkaya di Indonesia sama dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin.

Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Oxfam dan INFID menyarankan tarif pajak yang tinggi untuk masyarakat super kaya hingga sebesar 45% yaitu untuk orang-orang berpenghasilan lebih dari Rp10 miliar per tahun. Golongan ini mencakup eksekutif, manajemen puncak, pemilik perusahaan, dan pemegang saham beberapa perusahaan terbesar di Indonesia.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Kabar lainnya datang dari negara-negara G20 dan negara maju lainnya sudah terapkan pajak tinggi bagi orang super kaya dan Kementerian Keuangan yang menggelar pemeriksaan untuk seluruh pejabat internal Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Negara G-20 Terapkan Tarif Pajak 45% bagi Orang Super Kaya

Dini Widiastuti juru bicara Oxfam mengatakan tarif pajak penghasilan (PPh) teratas yang diterapkan oleh negara-negara G20 yakni sebesar 45%. Sementara, di negara maju seperti Belgia ditetapkan sebesar 50% dan Denmark 51,5%. Di Indonesia sendiri terdapat 200.000 orang dengan penghasilan lebih dari Rp10 miliar. Oxfam dan INFID juga menyarankan penerapan tarif pajak tinggi untuk harta kekayaan dan pajak warisan.

  • 6 Negara Ini Memiliki Ketimpangan Pendapatan Tertinggi di Dunia

Negara pertama yang memiliki ketimpangan pendapatan tertinggi di dunia ditempati oleh negara Rusia dengan gini kekayaan sebesar 92,3%. Urutan kedua yakni Denmark 89,3%, posisi ketiga yaitu India dengan gini kekayaan sebesar 87,6%, urutan keempat yaitu Amerika Serikat dengan gini kekayaan 86,2%, urutan kelima yaitu Thailand dengan gini kekayaan sebesar 85,9% dan posisi terakhir ditempati oleh Indonesia dengan gini kekayaan sebesar 84%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui tingginya ketimpangan di Indonesia.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Kemenkeu Gelar Pemeriksaan Seluruh Pejabat Ditjen Pajak

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan pemeriksaan internal terhadap seluruh pejabat otoritas pajak terkait kasus dugaan suap yang menyeret Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan salah satunya yang diperiksa adalah Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Namun, Menkeu belum bersedia mengungkapkan hasil dari pemeriksaan tersebut.

  • DPR Akan Perkuat Badan Supervisi BI

Komisi XI DPR akan memperkuat kewenangan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Jika selama ini BSBI berwenang hanya sebatas untuk membantu DPR dalam melaksanakan pengawasan internal BI, ke depannya BSBI akan memiliki kewenangan untuk bisa mengawasi penggunaan dana operasional BI. Oleh karena itu, DPR akan mengubah Undang-Undang Bank Indonesia, namun rencana ini tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat.

  • Menkeu: Peserta Amnesti Pajak Masih Rendah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum puas dengan tingkat keikutsertaan amnesti pajak hingga menjelang satu bulan sebelum akhir periode ini. Dia menyebutkan, laporan per Februari 2017 ini, jumlah peserta amnesti pajak sebanyak 673 ribu wajib pajak. Padahal, ia mengaku idealnya amnesti pajak diikuti 2 juta wajib pajak. Apalagi, mengacu pada data dasar wajib pajak, jumlah wajib pajak yang terdaftar di Ditjen Pajak sebanyak 32 juta wajib pajak.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Hapus Pajak Dividen, BEI Dorong Investasi Saham

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berupaya mendorong tingkat partisipasi publik dalam pasar saham Indonesia. Salah satunya memberikan insentif bagi para investor saham dalam bentuk penghapusan pajak dividen. Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan Masyarakat yang ikut serta dalam Yuk Nabung Saham (YNS) didukung dengan diberikan insentif dalam bentuk bebas pajak atas dividen yang mereka terima. Program ini masih dalam tataran finalisasi oleh BEI. Nantinya BEI akan membawa pembahasan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan.

  • Pemerintah Lunasi Dana Bagi Hasil (DBH) Rp14,7 triliun

Pemerintah masih harus melunasi dana bagi hasil (DBH) sejak tahun 2011 lalu kepada sejumlah daerah. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.07/2017 tentang Rinciang Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota yang dialokasikan dalam APBN 2017, total kurang bayar DBH mencapai Rp14,79 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari kurang bayar DBH pajak sebesar Rp5,56 triliun. Ada pula kurang bayar DBH sumber daya alam (SDA) sebesar Rp5,3 triliun dan kurang bayar DBH cukai hasil tembakau tahun anggaran 2013, 2014, dan 2015 sebesar Rp3,93 triliun. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN