ilustrasi
PONTIANAK, DDTCNews – Pemkot Pontianak mengajukan revisi Peraturan Daerah No. 8/2015 tentang Pajak Daerah kepada DPRD. Revisi Perda bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemkot Pontianak.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan target pendapatan asli daerah (PAD) pada 2020 naik 7,5% menjadi Rp496 miliar dari realisasi PAD tahun lalu sebesar Rp460 miliar.
"Untuk itu, kami akan terus berinovasi untuk mendongkrak PAD. Sebab itu merupakan sumber pendanaan untuk pembangunan,” kata Edi seperti dikutip dari Berkatnewstv.com, Jumat (17/01/2020).
Edi bilang Pemkot Pontianak akan memaksimalkan empat sumber PAD, yakni pajak, retribusi, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan seperti BUMD, serta sumber pendapatan lain yang sah.
Edi menjelaskan ada beberapa poin pada Perda No. 8/2015 tentang Pajak Daerah Kota Pontianak yang perlu direvisi. Nanti, rincian pasal yang direvisi akan terlebih dahulu dibahas dengan DPRD.
Dalam Perda No. 8/2015 itu juga memuat sejumlah tarif pajak daerah. Misal, tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebesar 0,04% untuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp2 miliar, dan 0,08% untuk NJOP di atas Rp2 miliar.
Tarif pajak untuk usaha diskotik dan spa dikenai tarif 35 persen, sedangkan pagelaran seni, pacuan kuda, dan pusat kebugaran dibebankan pajak 20 persen. Adapun, usaha bioskop dan kesenian tradisional dikenai pajak 10 persen.
Perda itu juga memuat sejumlah insentif untuk investor yang membuka usaha di Pontianak apabila mampu menyerap tenaga kerja lokal minimal 60 persen. Insentif juga diberikan jika usaha tersebut tergolong baru atau belum berjalan tiga tahun. (RIG)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
#MariBicara Pemerintah harus tetap mempertimbangkan kebijakan yang diambil terhadap identitas negara dan komponen lainnya yang berhubungan dengan pertumbuhan negara. Jika memberlakukan tarif yang lebih tinggi lagi terhadap pagelaran seni tanpa memperhatikan cakupan, akan sangat memberatkan bagi pelaku budaya maupun komunitas tertentu disana, terlebih Kalimantan saat ini sedang melakukan pembangunan untuk menjadi ibu kota selanjutnya, yang tentunya harus tetap mempertahankan budaya di era globalisasi dan modernisasi.
#MariBicara Adapun saran yang ingin saya sampaikan dalam revisi UU pajak hiburan daerah Pontianak adalah, Memberikan tarif yang berbeda antar pajak hiburan berdasarkan cakupannya, Salah satu nya adalah pagelaran seni dan kesenian tradisional. Pada perda 2015 tarif pajak yang diberikan pada pagelaran seni sebesar 20 persen dan kesenian tradisional 10 persen. Jika pagelaran seni bersifat lokal pajak dapat diberikan lebih rendah atau bebas pajak, berbeda dengan pagelaran seni yang standar nasional dan internasional. Hal tersebut untuk tetap menjaga iklim usaha, dan kemauan para masyarakat untuk tetap melestarikan budaya tanpa terkendala oleh pajak. Menurut saya kesenian tradisional dengan cakupan pertunjukan lokal saja jika diberikan pajak 10 persen, tentunya sangat memberatkan dan berdampak pada kemauan masyarakat disana untuk melakukan pertunjukan seni kembali untuk pelestarian budaya. Sebagai contoh, perda Jakarta memberlakukan tarif pajak yang berbeda berdasarkan cakupan nya.