PANDUAN OECD

Kerangka untuk Sharing & Gig Economy, Definisi Platform Sangat Luas

Muhamad Wildan | Sabtu, 11 Juli 2020 | 12:01 WIB
Kerangka untuk Sharing & Gig Economy, Definisi Platform Sangat Luas

Kantor pusat OECD di Paris, Prancis. (oecd.org)

PARIS, DDTCNews - Definisi platform digital dan penyedia jasa dalam kerangka pelaporan pajak untuk sharing dan gig economy Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dibuat seluas mungkin agar setiap transaksi bisa tercakup dan dilaporkan kepada otoritas pajak.

Kerangka Model Rules for Reporting by Platform Operators with respect to Sellers in the Sharing and Gig Economy (MRDP) itu mendefinisikan platform sebagai situs/aplikasi yang bisa diakses dan memungkinkan penjual terkoneksi pengguna untuk menyediakan jasa langsung/tidak langsung.

"Definisi platform dibuat luas dan generik agar semua bentuk perangkat lunak yang dimanfaatkan oleh pengguna bisa tercakup dalam kerangka ini," tulis OECD dalam pejelasannya atas dokumen MRDP seperti dikutip Selasa (7/7/2020).

Baca Juga:
DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Meski demikian, terdapat beberapa platform yang dikecualikan dari definisi ini, antara lain platform yang secara eksklusif memproses pembayaran dari pemanfaatan jasa, platform yang hanya mengiklankan jasa oleh pemberi jasa, atau platform yang mengarahkan pengguna ke platform lain.

Setelah mendefinisikan platform digital, OECD juga mendefinisikan operator platform digital sebagai badan yang berkontrak dengan penyedia jasa yang memungkinkan penyedia jasa untuk memanfaatkan keseluruhan atau sebagian platform digital untuk dimanfaatkan penyedia jasa.

"Ada pengecualian opsional untuk platform digital skala kecil seperti start-up, platform yang tidak memungkinkan pemberi jasa meraih keuntungan dari jasa yang ditawarkan platform tersebut, atau platform yang tidak memiliki penyedia jasa yang bisa dilaporkan transaksinya," tulis OECD

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Dalam mendefinisikan penyedia jasa, MRDP mendefinisikan penyedia jasa sebagai penyedia jasa yang terdaftar pada platform dalam waktu tertentu dalam satu tahun pajak yang menyediakan jasa kepada pengguna platform digital.

"Penyedia jasa pada MRDP mencakup penyedia jasa baik dalam bentuk perorangan maupun badan. Namun, MRDP mengecualikan perhotelan, entitas pemerintah, dan badan yang memperdagangkan sahamnya di bursa efek," tulis OECD dalam MRDP.

Jika kerangka ini diadopsi Indonesia, maka platform digital seperti Gojek dan Grab yang menawarkan jasa transportasi dan Airbnb yang menawarkan jasa akomodasi bisa diwajibkan mengumpulkan dan melaporkan transaksi antara pengguna dan penyedia jasa untuk kepentingan perpajakan.

Baca Juga:
Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Oleh karena kerangka pelaporan pajak ini tidak mencakup bisnis perhotelan, maka platform seperti Traveloka dan Pegipegi tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan transaksi antara pihak hotel dengan pengguna yang terjadi melalui platform tersebut.

Melalui kerangka ini, OECD berharap baik wajib pajak maupun otoritas pajak bisa mendapat akses atas informasi pajak serta meminimalisasi biaya kepatuhan yang perlu ditanggung oleh wajib pajak serta otoritas pajak.

MRDP juga didesain untuk mempermudah penyedia jasa dalam melaporkan penghasilan tahunannya dengan mempermudah penyediaan informasi mengenai seberapa besar pembayaran yang diterima oleh penyedia jasa melalui platform.

Baca Juga:
BKF Minta Masukan Publik Jelang Penerapan Solusi 2 Pilar

Di sisi lain, kerangka pelaporan pajak ini juga menjamin agar tidak ada aktivitas atau transaksi ekonomi melalui platform digital yang tidak dilaporkan oleh penyedia jasa.

Dalam dokumen MRDP tersebut, tertulis OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) telah menyetujui kerangka pelaporan pajak untuk sharing dan gig economy MRDP ini sejak 29 Juni 2020.

"Disetujuinya kerangka MRDP ini membuktikan konsensus multilateral untuk mengatasi masalah perpajakan atas ekonomi digital sangat mungkin untuk dicapai," ujar Director of Centre for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint-Amans dari keterangan resmi, Selasa (7/7/2020). (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Desember 2024 | 17:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Selasa, 24 September 2024 | 10:35 WIB INTERNATIONAL TAX FORUM 2024

BKF Minta Masukan Publik Jelang Penerapan Solusi 2 Pilar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan