ALIRAN DEVISA NEGARA

JK: Pengaturan Devisa RI Lebih Bebas dari Singapura

Redaksi DDTCNews | Kamis, 02 Agustus 2018 | 15:33 WIB
JK: Pengaturan Devisa RI Lebih Bebas dari Singapura

JAKARTA, DDTCNews - Jeleknya data neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menggerus devisa nasional. Belum lagi depresiasi nilai tukar yang juga ikut mengurangi untuk stabilisasi.

Berbagai rencana sudah digelontorkan, mulai dari imbauan untuk membawa pulang seluruh devisa hasil ekspor hingga mengerem impor untuk beberapa proyek nasional.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan soal devisa tidak hanya soal kinerja ekspor dan impor yang kurang optimal. Namun juga perihal pengaturan aliran devisa yang longgar ketimbang negara lain di kawasan ASEAN.

Baca Juga:
Ekonomi Tumbuh 5,05% pada Kuartal II/2024, Begini Kata Pemerintah

"Devisa hasil ekspor hanya 80% yang masuk kembali terus kemudian keluar lagi, jadi dibutuhkan sikap yang jelas bahwa hasil ekspor harus masuk semua devisanya," katanya, Kamis (2/8).

Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa dalam pengaturan deviasa di Indonesia tergolong longgar. Beda halnya dengan Thailand dan Singapura yang ketat dalam pengaturan aliran devisa terutama aliran dana keluar negeri.

"Contoh seperti Thailand, kalauanda ekspor barang-barang, hasilnya dolar itu masuk semua ke bank sentral kemudian keluarnya bath. Kemudian Singapura kalau mau keluar uang lebih dari 10 ribu dolar akan ditanya untuk apa uangnya dan tidak bisa seenaknya. Nah kita itu kadang malah lebih bebas dari Singapura," terangnya.

Baca Juga:
DHE SDA Dikonversi ke Rupiah, Insentif Pajak yang Didapat Lebih Besar

Oleh karena itu, Jusuf Kalla menyebutkan pencarian solusi tidak hanya menyentuh pada kinerja ekspor dan impor. Tapi juga perbaikan aturan terkait aliran devisa baik domestik maupun yang akan keluar negeri.

"Nah, kita salah satu negara yang pengaturannya terlalu bebas setelah deregulasi pada tahun 1980-an dan juga pada krisis 1998 kita sangat mempermudah keluar masuknya devisa. Jadi dibutukan itu bukan hanya genjot ekspor dan kurangi impor tapi juga dibutuhkan aturan aturan yg lebih baik lagi," tutupnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 06 Agustus 2024 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi Tumbuh 5,05% pada Kuartal II/2024, Begini Kata Pemerintah

Selasa, 16 April 2024 | 14:25 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel, APBN Tetap Jadi Bantalan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN