JAKARTA, DDTCNews - Jeleknya data neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menggerus devisa nasional. Belum lagi depresiasi nilai tukar yang juga ikut mengurangi untuk stabilisasi.
Berbagai rencana sudah digelontorkan, mulai dari imbauan untuk membawa pulang seluruh devisa hasil ekspor hingga mengerem impor untuk beberapa proyek nasional.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan soal devisa tidak hanya soal kinerja ekspor dan impor yang kurang optimal. Namun juga perihal pengaturan aliran devisa yang longgar ketimbang negara lain di kawasan ASEAN.
"Devisa hasil ekspor hanya 80% yang masuk kembali terus kemudian keluar lagi, jadi dibutuhkan sikap yang jelas bahwa hasil ekspor harus masuk semua devisanya," katanya, Kamis (2/8).
Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa dalam pengaturan deviasa di Indonesia tergolong longgar. Beda halnya dengan Thailand dan Singapura yang ketat dalam pengaturan aliran devisa terutama aliran dana keluar negeri.
"Contoh seperti Thailand, kalauanda ekspor barang-barang, hasilnya dolar itu masuk semua ke bank sentral kemudian keluarnya bath. Kemudian Singapura kalau mau keluar uang lebih dari 10 ribu dolar akan ditanya untuk apa uangnya dan tidak bisa seenaknya. Nah kita itu kadang malah lebih bebas dari Singapura," terangnya.
Oleh karena itu, Jusuf Kalla menyebutkan pencarian solusi tidak hanya menyentuh pada kinerja ekspor dan impor. Tapi juga perbaikan aturan terkait aliran devisa baik domestik maupun yang akan keluar negeri.
"Nah, kita salah satu negara yang pengaturannya terlalu bebas setelah deregulasi pada tahun 1980-an dan juga pada krisis 1998 kita sangat mempermudah keluar masuknya devisa. Jadi dibutukan itu bukan hanya genjot ekspor dan kurangi impor tapi juga dibutuhkan aturan aturan yg lebih baik lagi," tutupnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.