PRESIDENSI G-20 INDIA

Jadi Presidensi G-20 2023, India Dorong Implementasi Konsensus Pajak

Muhamad Wildan | Senin, 07 November 2022 | 13:39 WIB
Jadi Presidensi G-20 2023, India Dorong Implementasi Konsensus Pajak

Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman memperlihatkan folder dengan logo pemerintah India saat ia meninggalkan kantornya untuk menyampaikan anggaran federal di parlemen di New Delhi, India, Selasa (1/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Anushree Fadnavis/hp/cfo

NEW DELHI, DDTCNews - India selaku pemegang Presidensi G-20 pada tahun depan akan berfokus mendorong implementasi dari Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman mengatakan modernisasi sistem perpajakan internasional harus menjadi fokus G-20 di tengah perlambatan ekonomi global.

"Reformasi perpajakan internasional dan implementasi solusi 2 pilar membutuhkan multilateralisme serta kerja sama antara negara maju dan negara berkembang," ujar Sitharaman, dikutip Senin (7/11/2022).

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Sitharaman mengatakan pihaknya juga akan memastikan reformasi perpajakan internasional dan solusi 2 pilar bisa diimplementasikan secara efektif di lapangan.

Selain mendorong implementasi solusi 2 pilar, Sitharaman mengatakan India selaku Presidensi G-20 2023 juga akan mendorong pembahasan ketentuan pajak atas aset kripto.

Untuk diketahui, Pilar 1 akan menjadi instrumen pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh perusahaan multinasional kepada yurisdiksi pasar meski perusahaan yang dimaksud tidak memiliki kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Perusahaan yang tercakup dalam Pilar 1 adalah perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%. Hak pemajakan akan dibagikan kepada yurisdiksi pasar sebesar 25% dari residual profit yang diterima oleh perusahaan multinasional.

Sementara itu, Pilar 2 akan menjadi dasar pemberlakuan pajak minimum global dengan tarif sebesar 15%. Pajak minimum akan diberlakukan atas perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas €750 juta.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15% maka top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR). (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

BERITA PILIHAN
Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China

Minggu, 26 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

PMK 115/2024 Berlaku, Penagihan Kepabeanan dan Cukai Bakal Lebih Mudah

Minggu, 26 Januari 2025 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25% atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Minggu, 26 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Pembuatan Faktur Pajak Barang Non-Mewah di e-Faktur oleh PKP Tertentu

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:30 WIB PERMENDAG 27/2024

Aturan Baru Berlaku! LNSW Ingatkan Pemilik Kargo soal Kewajiban PAB

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Kebijakan Harga Gas Bumi Kerek Setoran Pajak Perusahaan

Minggu, 26 Januari 2025 | 08:30 WIB PROVINSI LAMPUNG

Ribuan Kendaraan WP Badan Nunggak Pajak, Pemprov Gencarkan Penagihan

Minggu, 26 Januari 2025 | 08:00 WIB PMK 114/2024

DJBC Pertegas Aturan Teknik Sampling pada Audit Kepabeanan dan Cukai