KEBIJAKAN CUKAI

Istilahnya Berubah, Minuman Manis yang Kena Cukai Bakal Lebih Banyak

Dian Kurniati | Rabu, 13 September 2023 | 15:30 WIB
Istilahnya Berubah, Minuman Manis yang Kena Cukai Bakal Lebih Banyak

Ilustrasi.

SURABAYA, DDTCNews – Dalam nota keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah mulai memakai istilah minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai barang yang direncanakan kena cukai pada tahun depan.

Istilah ini berbeda dari yang tertuang dalam APBN 2022 dan 2023, yaitu minuman bergula dalam kemasan. Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto, produk minuman berpemanis ini akan mencakup minuman bergula dan minuman mengandung pemanis buatan dalam kemasan.

"Karena kan ada pemanis buatan. Jadi, termasuk pemanis itu tadi. Ada pemanis buatan yang tingkat pemanisnya jauh lebih tinggi," katanya, Rabu (13/9/2023).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Nirwala menuturkan pengenaan cukai MBDK diharapkan dapat mulai diimplementasikan pada 2024. Menurutnya, terdapat setidaknya 3 aspek yang perlu dipertimbangkan untuk ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).

Pertama, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengamanatkan penambahan/pengurangan objek cukai perlu dibahas dengan DPR dan masuk dalam UU APBN. Rencana ekstensifikasi BKC ini juga sudah disampaikan ketika pembahasan RAPBN 2024 bersama DPR.

Kedua, pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan. Menurut Nirwala, perekonomian global dan domestik sejauh ini dipandang masih diliputi dengan berbagai ketidakpastian.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Ketiga, pemerintah harus menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum kebijakan penambahan atau pengurangan objek cukai. Saat ini, pemerintah masih menyusun RPP soal kebijakan cukai ini secara komprehensif.

Nirwala menyebut perubahan istilah dari minuman bergula menjadi minuman berpemanis dalam kemasan bertujuan mengakomodasi produk berpemanis yang juga menyebabkan efek buruk pada kesehatan.

Apabila dinamakan minuman berpemanis dalam kemasan, sambungnya, potensi produk-produk yang dikenakan cukai juga bisa menjadi lebih banyak.

"Iya lebih besar. Jadi, apa pun itu, sedang dibicarakan dengan DPR dan tentunya setelah disetujui pun harus dibuat PP-nya," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN