Senior Tax Adviser Kantor Perwakilan OECD Jakarta Andrew Auerbach saat memaparkan materi dalam dialog virtual OECD-Kemenkeu, Jumat (16/10/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Konsensus pemajakan ekonomi digital di bawah koordinasi OECD gagal tercapai pada tahun ini. Jika konsensus masih tetap tidak bisa dicapai pada tahun depan, akan ada risiko berupa kerugian fiskal dan ekonomi di banyak negara.
Senior Tax Adviser Kantor Perwakilan OECD Jakarta Andrew Auerbach mengatakan sudah ada kalkulasi dampak ekonomi jika konsensus bisa dicapai tahun depan. Hal tersebut berlaku sebaliknya, jika tidak ada kata sepakat, risiko kerugian muncul di banyak negara.
“Jadi penilaian dampak ini seperti setengah gelas terisi atau setengah gelas kosong yang tergantung pada hasil akhirnya nanti,” katanya dalam dialog virtual OECD-Kemenkeu, Jumat (16/10/2020).
Auerbach menyebutkan dampak dari tercapaianya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital tidak hanya terasa pada peningkatan penerimaan pajak. Secara global, konsensus diprediksi akan membawa akselerasi pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Pada sisi fiskal, dengan tercapainya kesepakatan untuk Pilar 1 dan Pilar 2, diproyeksi akan membawa tambahan penerimaan PPh badan berkisar US$50 miliar-US$80 miliar atau setara Rp735 triliun—Rp1.177 triliun. Simak ‘Begini Prediksi Tambahan Penerimaan dari Proposal Pajak Digital OECD’.
Tambahan setoran PPh badan secara global berpotensi terus naik 4% menjadi US$60 miliar-US$100 miliar jika digabungkan dengan instrumen perpajakan milik AS yakni global intangible low-taxed income (GILTI).
Selanjutnya, reformasi perpajakan internasional melalui konsensus global akan mendukung iklim perekonomian yang kondusif. Menurutnya, konsensus akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan aliran investasi. Namun, hal ini tidak terjadi jika tidak ada kesepakatan global tahun depan.
Selain itu, mundurnya jadwal penyelesaian konsensus global juga ikut meningkatkan tren beralihnya kegiatan ekonomi ke arah daring yang regulasi perpajakannya masih longgar. Hal tersebut akan menambah tantangan untuk pemajakan terhadap pelaku usaha digital.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria mengatakan aturan baru perlu diciptakan untuk menjamin keadilan dalam sistem pajak dan menyesuaikan arsitektur perpajakan internasional dengan model bisnis yang terus berubah.
"Tanpa konsensus, risiko aksi unilateral tanpa koordinasi antarnegara makin tinggi. Semua stakeholder perlu berkomitmen menyelesaikan proposal ini. Tidak tercapainya konsensus akan menyebabkan perang dagang di tengah ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19," katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.