PMK 81/2020

Ini PMK Baru Soal Penetapan Tarif Preferensi IA-CEPA

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 08 Juli 2020 | 11:00 WIB
Ini PMK Baru Soal Penetapan Tarif Preferensi IA-CEPA

Ilustrasi. Sebuah kapal bermuatan peti kemas melakukan peran pemanduan oleh kapal tunda saat akan bersandar di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (24/6/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA) membuat barang impor asal Australia mendapatkan tarif preferensi.

Penetapan tarif preferensi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 81/PMK.010/2020. Adapun perincian tarif untuk setiap klasifikasi barang impor asal Australia tercantum dalam lampiran huruf A beleid tersebut.

“Menetapkan tarif bea masuk atas barang impor dari Australia dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia, yang tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini,” demikian bunyi pasal 2 ayat (1), beleid itu, seperti dikutip pada Rabu (8/7/2020)

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Lampiran huruf A PMK 81/2020 secara total berjumlah 610 halaman. Secara ringkas, lampiran tersebut menguraikan pos tarif dan uraian barang dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta 17 kolom tarif bea masuk IA-CEPA.

Adapun 17 kolom tarif tersebut menjabarkan tarif bea masuk IA-CEPA untuk setiap klasifikasi barang impor dari 2020 hingga 2036 dan seterusnya. Beleid ini menegaskan khusus untuk tarif bea masuk IA-CEPA 2020 berlaku mulai 5 Juli 2020 sampai dengan 31 Desember 2020.

Sementara itu, untuk tarif bea masuk IA CEPA 2021 dan seterusnya berlaku terhitung mulai 1 Januari sampai dengan akhir tahun. Misalnya, tarif bea masuk yang tercantum dalam kolom (6) mulai berlaku pada 1 Januari 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Namun, beleid ini menekankan apabila tarif bea masuk yang berlaku secara umum (most favoured nation) lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka IA-CEPA maka tarif bea masuk yang berlaku yakni tarif bea masuk yang berlaku secara umum.

Adapun beleid yang ditetapkan pada 3 Juli 2020 ini mulai berlaku pada 5 Juli 2020. Selain itu, beleid ini dirilis sebagai tindak lanjut dari telah diratifikasinya IA-CEPA sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor No. 1 Tahun 2020.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan perjanjian kemitraan tersebut terjalin setelah melewati proses perundingan yang panjang, yaitu hampir satu dekade. Menurutnya, manfaat utama dari IA-CEPA adalah produk Indonesia yang bisa bebas bea masuk saat diekspor ke Australia.

Baca Juga:
PMK 81/2024 Perinci Ketentuan Bukti Potong PPh atas Penjualan Saham

Selain itu, Agus menyebut pemberlakuan IA-CEPA dapat memperbesar nilai ekspor produk unggulan Indonesia ke Australia. Beberapa produk unggulan ekspor ke Australia tersebut misalnya otomotif, kayu dan furnitur, perikanan, tekstil dan produk tekstil, sepatu, alat komunikasi, serta peralatan elektronik.

Selain itu, perjanjian ini membuat impor produk dari Australia dikenai bea masuk 0% yang dinilai akan menguntungkan para pelaku usaha makanan-minuman, hotel, restoran, dan katering. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen dapat menikmati berbagai varian produk dengan harga yang lebih terjangkau. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Minggu, 22 Desember 2024 | 07:30 WIB PMK 81/2024

PMK 81/2024 Perinci Ketentuan Bukti Potong PPh atas Penjualan Saham

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?