Ilustrasi gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews – Setidaknya terdapat tiga manfaat yang akan diperoleh dari penerapan multilateral instrument on tax treaty (MLI).
Hal ini disampaikan oleh Melani Dewi Agusti, Fungsional Analis Kebijakan Perpajakan Internasional Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam acara sosialisasi MLI yang terselenggara atas hasil kerja sama BKF dan Ditjen Pajak (DJP) pada Rabu (22/1/2020).
“Adanya MLI membuat kita tidak perlu merenegosiasi satu persatu yang dapat memakan waktu bertahun-tahun dan biaya, tenaga, serta pikiran yang juga tidak sedikit. Dengan adanya MLI ini, rekomendasi BEPS dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan efisien,” jelas Melani.
Secara lebih terperinci, Melani menjabarkan tiga manfaat yang diperoleh dengan adanya MLI. Pertama, memberikan sinyal positif kepada dunia internasional terkait komitmen Indonesia, sebagai anggota G20, untuk mewujudkan tax fairness.
Selain itu, MLI dapat digunakan untuk melawan upaya penghindaran atau pengelakan pajak yang mengerosi basis pajak di dunia melalui proyek BEPS OECD/G20, khususnya yang terkait dengan tax treaty. Melalui implementasi MLI, aggressive tax planing diharapkan dapat dicegah atau diperangi
Kedua, memberi kesempatan untuk mengadopsi rekomendasi rencana aksi ke-15 proyek BEPS secara serentak. Selanjutnya, MLI juga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang signifikan dibandingkan melalui renegosiasi bilateral.
Ketiga, MLI merupakan pelengkap dari pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of information/AEoI). Selain memaparkan manfaat MLI, Melani juga menjabarkan tentang latar belakang dan tujuan dari MLI. Lihat infografis ‘Begini Posisi Indonesia dalam Multilateral Instrument’.
Melani memaparkan pula setidaknya terdapat tiga Latar belakang alasan Indonesia turut menerapkan MLI, padahal tidak wajib dan bukan minimum standard dalam proyek BEPS. Pertama, karena Indonesia anggota BEPS Inclusive Framework dan G20.
Kedua, karena adanya kebutuhan untuk mengubah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang ada untuk menambahkan ketentuan anti-avoidance rules. Ketiga, adanya kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia perpajakan internasional.
Sementara itu, tujuan dari penerapan MLI adalah untuk memodifikasi ketentuan dalam P3B secara serentak, sinkron, dan efisien, tanpa harus melalui proses negosiasi bilateral satu per satu. Pasalnya, cara negosiasi yang lama umumnya memerlukan alokasi tenaga yang banyak dan waktu yang panjang.
Pada kesempatan yang sama, Romario Riskitala dari Subdirektorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional DJP turut menjelaskan perincian pasal-pasal MLI yang diadopsi Indonesa. Adapun sosialisasi ini turut dihadiri Direktur Perpajakan Internasional DJP John L. Hutagaol dan Ketua Analisis BKF Wawan Juswanto. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.