PMK 168/2023

Ingat, Masa Pajak Terakhir Pegawai Resign Tidak Menggunakan Tarif TER

Redaksi DDTCNews | Jumat, 14 Juni 2024 | 13:30 WIB
Ingat, Masa Pajak Terakhir Pegawai Resign Tidak Menggunakan Tarif TER

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 pada masa pajak terakhir karyawan yang bekerja tidak menggunakan tarif efektif rata-rata (TER). Terhadap karyawan yang resign tersebut, PPh terutang dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17 UU PPh s.t.t.d UU HPP.

Misalnya, masa pajak terakhir pegawai bekerja adalah Mei maka atas pegawai tersebut tidak dibuatkan bukti potong bulanan pada masa Mei.

"Terhadap pegawai yang resign tersebut langsung dibuatkan bukti potong tahunan 1721-A1," cuit contact center Kring Pajak, Jumat (14/6/2024).

Baca Juga:
8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran

PMK 168/2023 memberikan contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai yang berhenti bekerja di pertengahan tahun. Dalam Lampiran Huruf B romawi I.2, diberikan contoh Tuan D yang mulai bekerja pada PT W sejak 2020. Tuan D berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan.

Pada 1 September 2024 Tuan D berhenti bekerja di PT W. Selama 2024, Tuan D menerima gaji senilai Rp17,5 juta per bulan dan membayar iuran pensiun setiap bulan Rp100 ribu.

Berdasarkan status penghasilan tidak kena pajak, Tuan D TK/0, maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dihitung berdasarkan TER bulanan kategori A. Penghitungan PPh Pasal 21 pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir adalah sebagai berikut:

Baca Juga:
Tempat Tinggal Berubah, Apakah Harus Pindah KPP Terdaftar?


Penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir, yakni Agustus 2024 dihitung sebagai berikut:

Penghasilan bruto sampai dengan Agustus 2024 Rp140 juta. Dengan pengurangan:
Biaya jabatan, 8 bulan x Rp500 ribu = Rp4 juta
Iuran pensiun, 8 x Rp100 ribu = Rp800 ribu
Total pengurangan Rp4,8 juta

Baca Juga:
Sri Mulyani: APBN 2025 Disesuaikan Usai Prabowo Dilantik

Penghasilan neto sampai dengan Agustus 2024 = Rp135,2 juta
Penghasilan tidak kena pajak setahun = Rp135,2 juta - Rp54 juta = Rp81,2 juta

PPh Pasal 21 sampai dengan Agustus 2024:
(5% x Rp60 juta) + (15% x Rp21,2 juta) = Rp3.000.000 + Rp3.180.000 = Rp6.180.000

PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan Juli 2024 Rp9.800.000. Artinya, PPh Pasal 21 yang lebih dipotong senilai Rp3.620.000.

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 itu akan dikembalikan oleh PT W kepada Tuan D beserta dengan pemberian bukti potong PPh Pasal 21 Masa Pajak terakhir paling lambat bulan berikutnya setelah Tuan D berhenti bekerja, yakni akhir September 2024.

Tuan D wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT W dalam SPT Tahunan tahun pajak 2024. Kemudian, PPh Pasal 21 yang telah dipotong senilai Rp6.180.000 merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan tahun pajak 2024 bagi Tuan D. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen