SOLO, DDTCNews – Indonesia memasuki era emas perpajakan pada tahun ini, sejalan dengan perubahan lanskap perpajakan global.
Hal ini disampaikan Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol dalam seminar nasional bertajuk ‘Keterbukaan Informasi Pasca Tax Amnesty’ digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akuntansi Universitas Sebelas Maret (UNS), Sabtu (3/11/2018).
Dalam paparannya sebagai pembicara kunci, John mengatakan era emas perpajakan ini ditandai dengan adanya keterbukaan informasi untuk perpajakan. Pada saat yang bersamaan, perkembangan teknologi terpantau cukup pesat.
“Tahun ini memiliki arti yang spesial untuk kita semua. Kita memasuki era emas perpajakan dengan adanya keterbukaan informasi,” tuturnya.
Menurutnya, ada transformasi lanskap perpajakan global dalam dua dekade terakhir. Transformasi ini didorong oleh empat variabel, yakni globalisasi, underground economy, information and communications technology (ICT), dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Perkembangan itu memunculkan adanya hambatan di banyak negara untuk menghadapi transaksi lintas negara. Hambatan ini muncul dengan adanya informasi yang asimetris yang pada gilirannya memunculkan celah penghindaran pajak.
Bagaimanapun, banyak wajib pajak yang tidak patuh karena berlindung dalam ketentuan kerahasiaan data keuangan. Merespons kondisi itu, Indonesia bersama 148 negara (data per Juni 2018) berkomitmen untuk menerapkan automatic exchange of information (AEoI).
“Dengan demikian, akan muncul harmonisasi kebijakan secara global,” imbuh John.
Indonesia, sambungnya, telah mengeluarkan Undang-Undang No. 9/2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
Dengan beleid itu, DJP bisa meminta informasi keuangan mengenai nasabah untuk kepentingan perpajakan, baik secara otomatis maupun sesuai permintaan (by request). Hingga Oktober 2018, sudah ada 5.989 lembaga keuangan yang terdaftar.
Untuk perbankan, informasi untuk nasabah lokal hanya dibatasi bagi simpanan di atas Rp1 miliar. Nilai yang sama juga berlaku untuk polis dalam industri perasuransian. Untuk nasabah asing, tidak ada batasan yang diberikan.
“Pada September 2018, kita sudah mulai mempertukarkan data dengan 101 negara mitra, termasuk Singapura, Hong Kong, Malaysia. Kebijakan ini bersifat resiprokal,” papar John.
Sebelum memasuki era emas perpajakan, tuturnya, DJP sudah memberikan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk mengungkapkan aset – yang selama ini belum masuk dalam sistem pajak – secara sukarela.
Namun, jika ada masyarakat yang masih belum memanfaatkan, DJP masih memberikan kesempatan deklarasi aset atau harta secara sukarela. Kesempatan diberikan selama belum ada surat perintah pemeriksaan (SP2) yang terbit. Kebijakan ini diatur dalam PMK 165/PMK.03/2017 yang sering disebut PAS Final.
Sebagai informasi, dalam seminar nasional ini, Managing Partner DDTC Darussalam menjadi salah satu pembicara. Selain itu, ada pula Kakanwil Ditjen Pajak Jawa Tengah II Rida Handanu dan Dosen FEB UNS Sri Suranta. Dosen FEB UNS Juliati sebagai moderator dalam acara ini.
Seminar yang menggandeng DDTC sebagai sponsor ini merupakan bagian dari gelaran Accounting Society in Versatility (ACTIVE). Dalam acara ini, ada puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ikut berpartisipasi.
Selain UNS, beberapa perguruan tinggi itu antara lain Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya, Universitas Trunojoyo, Institut Koperasi Indonesia, Universitas Tirtayasa, Politeknik Kediri, Universitas Kristen Petra, dan STIE Perbanas,
Ada pula Universitas Tarumanegara, Universitas Trilogi, Trisakti School of Management, Universitas Brawijaya, Universitas Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Islam Bandung, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Widya Mandala, dan Universitas Pelita Harapan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.