KEBIJAKAN PAJAK

Individu Kian Mudah Pindah Yurisdiksi, Kebijakan Pajak Perlu Merespons

Muhamad Wildan | Rabu, 08 November 2023 | 11:53 WIB
Individu Kian Mudah Pindah Yurisdiksi, Kebijakan Pajak Perlu Merespons

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam kuliah umum perpajakan Perbanas dengan materi Perkembangan Perpajakan Internasional Terkini Paska Pandemi Covid-19.

JAKARTA, DDTCNews - Perkembangan globalisasi dan digitalisasi ekonomi tidak hanya memberikan tantangan terhadap pemajakan atas perusahaan multinasional, tetapi juga pemajakan terhadap perorangan.

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan saat ini makin banyak individu yang dapat bekerja secara remote. Artinya, seseorang dapat bekerja dan menerima penghasilan tanpa perlu menetap pada suatu yurisdiksi.

"Ini sesungguhnya bukan fenomena baru, tetapi fenomena yang makin diperkuat ketika pandemi Covid-19. Seseorang bisa bekerja secara remote itu lebih intens. Contohnya, kita sekarang ada yang namanya digital nomad," ujar Bawono dalam kuliah umum perpajakan Perbanas dengan materi Perkembangan Perpajakan Internasional Terkini Paska Pandemi Covid-19, Rabu (8/11/2023).

Baca Juga:
Negara Ini Berlakukan Tarif PPh Badan 15 Persen Mulai Tahun Ini

Dahulu, seseorang memutuskan untuk berpindah dari subjek pajak dalam negeri (SPDN) suatu yurisdiksi menjadi SPDN yurisdiksi lain akibat 2 faktor, yakni tarif pajak dan sistem pajak yang dianut oleh yurisdiksi, worldwide atau teritorial.

Sebagai contoh, bila suatu yurisdiksi menganut sistem worldwide income, SPDN tak hanya wajib membayar pajak atas penghasilan yang bersumber dari dalam negeri, melainkan juga atas penghasilan yang diterima dari luar negeri.

Hal ini menimbulkan beban pajak besar bagi individu berpenghasilan tinggi yang memperoleh penghasilan dari banyak negara akibat dari profesinya. "Ini akan membuat seseorang reluctant. Misalkan di Indonesia, sudah tarifnya tinggi, lalu worldwide. Ini ada pola-pola yang orang menghindari hal-hal tersebut," ujar Bawono.

Baca Juga:
Dorong Masyarakat Punya Rumah, Negara Ini Siapkan Insentif Fiskal

Pada sisi lain, yurisdiksi lain berupaya menarik individu tersebut untuk menjadi SPDN di yurisdiksinya dengan menawarkan beragam fasilitas seperti dengan rezim pajak khusus ekspatriat hingga golden visa. "Jadi sekarang kita tidak hanya berebut capital, tetapi juga berebut sumber daya manusia," ujar Bawono.

Oleh karena fasilitas-fasilitas ini, pola migrasi individu-individu berkeahlian khusus kian intens dan berpotensi menyebabkan tergerusnya basis pajak, brain drain, dan larinya kekayaan dari yurisdiksi asal ke yurisdiksi yang menawarkan beragam kebijakan pajak preferensial.

"Ini isu base erosion juga. Mereka ini sesungguhnya memiliki penghasilan yang lebih baik, jadi ini base erosion juga. Orang-orang kita yang bagus dan memiliki uang itu di-attract untuk pindah ke negara lain," ujar Bawono.

Baca Juga:
Malaysia Umumkan Insentif Pajak di KEK Johor-Singapura, Ini Skemanya

Akibat dinamika ini, Bawono mengatakan setidaknya terdapat beberapa aspek terkait dengan penentuan status SPDN yang perlu ditimbang ulang, salah satunya adalah time test.

Seperti diketahui, saat ini individu memperoleh status sebagai SPDN Indonesia bila individu tersebut berada di Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Ketentuan ini mengasumsikan individu akan menetap di suatu negara tempat penghasilan diperoleh. Padahal, klausul ini tidak relevan untuk individu yang memiliki pekerjaan nonstandar. "Sekarang tidak lagi. Beberapa negara sudah merevisi P3B-nya, time test-nya diganti," ujar Bawono. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Minggu, 12 Januari 2025 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Cek NTPN, WP Nanti Bisa Akses Menu Buku Besar di Aplikasi Coretax DJP

Minggu, 12 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Soal Makan Bergizi Gratis, DEN Sebut Program yang Tergolong Progresif

Minggu, 12 Januari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Ada Ultimum Remedium, Pembayaran Denda Cukai 2024 Capai Rp77,61 Miliar

Minggu, 12 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Pemerintah Mulai Susun Peraturan terkait Cukai Minuman Berpemanis

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Jepang Siap Bantu Indonesia Sediakan Makan Bergizi Gratis

Minggu, 12 Januari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Istri Gabung NPWP Suami, Pengajuannya Bisa Lewat Coretax

Minggu, 12 Januari 2025 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengawasan Perdagangan Kripto Resmi Beralih ke OJK, Ini Kata Mendag

Minggu, 12 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Pengangsuran/Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 berdasarkan PMK 81/2024

Minggu, 12 Januari 2025 | 10:30 WIB PER-1/PJ/2025

Juknis Pembuatan Faktur Pajak Sesuai PMK 131/2024, Unduh di Sini