Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan impor barang bawaan penumpang perihal jenis, jumlah, dan kondisi barang kini tidak lagi diatur di peraturan menteri perdagangan. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (1/5/2024).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pembatasan impor barang bawaan penumpang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 resmi dihapus seiring dengan diterbitkannya Permendag 7/2024.
"Terkait dengan barang bawaan pribadi penumpang dalam permendag, tidak diatur lagi batasan jenis, jumlah, dan kondisi barangnya, kecuali untuk barang yang dilarang dan barang berbahaya," katanya.
Dengan demikian, pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang-barang bawaan yang tidak lagi dibatasi tersebut tetap mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203/2017.
Permendag 7/2024 telah ditandatangani oleh Zulhas pada 29 April 2024 dan dinyatakan berlaku dalam waktu 7 hari setelah regulasi tersebut diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Mudah-mudahan persoalan mengenai Permendag 36/2023 bisa selesai sehingga tidak ada hambatan dalam importasi bahan baku industri, barang kiriman PMI, dan barang bawaan penumpang," ujar menteri perdagangan.
Selain isu impor barang bawaan penumpang, ada pula ulasan mengenai kinerja utang pemerintah dalam tahun berjalan ini. Selain itu, ada pula ulasan mengenai kerja sama antara DJP dan TNI, serta izin usaha tambang untuk ormas keagamaan.
Dalam Permendag 36/2023, pemerintah sebelumnya membatasi impor barang bawaan dari sejumlah komoditas, mulai dari elektronik, alas kaki, barang tekstil, tas, hingga sepatu. Contoh, alas kaki yang dibatasi sebanyak 2 pasang per penumpang.
Lalu, tas dibatasi 2 buah per penumpang, barang tekstil jadi lainnya dibatasi 5 buah per penumpang, barang elektronik dibatasi 5 unit dengan total nilai maksimal FOB US$1.500 per penumpang, dan telepon seluler dibatasi 2 unit per penumpang dalam setahun.
Dengan dihapuskannya batasan-batasan tersebut, barang bawaan dikenai bea masuk sebesar 10% dan PDRI dalam hal nilai pabeannya melebihi FOB US$500 per penumpang.
Adapun pajak yang dikenakan antara lain PPN sebesar 11% dan PPh Pasal 22 impor sebesar 0,5% hingga 10%. Dalam hal penumpang tidak memiliki NPWP, PPh Pasal 22 impor yang dikenakan adalah sebesar 1% hingga 20%.
Ditjen Pajak (DJP) dan TNI meneken perjanjian kerja sama (PKS). Penandatanganan PKS dilakukan langsung oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Mayjen TNI Yusri Nuryanto.
Suryo menuturkan penandatanganan PKS tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari memorandum of understanding (MoU) antara menteri keuangan dan panglima TNI pada 17 Januari 2022. Adapun perjanjian terkait dengan kerja sama pelaksanaan tugas dan fungsi Kemenkeu dan TNI.
“Tujuan dari PKS ini adalah untuk terwujudnya kerja sama dan sinergisitas antara DJP dan TNI. Tujuan akhir dari PKS ini adalah peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak,” katanya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah senilai Rp8.262,1 triliun pada akhir Maret 2024.
Laporan APBN Kita edisi April 2024 menyatakan rasio utang pemerintah pada akhir Maret 2024 mencapai 38,79%. Rasio utang tersebut lebih rendah ketimbang posisi akhir bukan sebelumnya yang senilai Rp8.319,22 triliun atau 38,79% PDB.
"Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan," bunyi laporan APBN Kita. (DDTCNews)
Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berencana memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian IUP tersebut merupakan bentuk balas budi negara kepada ormas-ormas keagamaan yang turut mendukung kemerdekaan Indonesia.
Dia menuturkan pemberian IUP kepada ormas keagamaan tersebut akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP). Nanti, ormas yang mendapatkan IUP wajib mengelola pertambangan dengan baik. (DDTCNews)
Pemerintah daerah (pemda) bisa memberikan keringanan pajak daerah, termasuk untuk pelaku usaha hiburan, menggunakan diskresi apabila peraturan kepala daerah yang mengatur soal insentif pajak daerah belum tersusun.
Hal itu disampaikan Dosen PKN STAN Yadhy Cahyady dalam webinar berjudul Implementasi Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi. Menurutnya, UU Administrasi Pemerintahan membuka ruang bagi pejabat daerah untuk mengambil diskresi dengan batasan tertentu.
“Kalau misal belum ada Perkada berarti ada kekosongan hukum maka berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan pejabat daerah dimungkinkan mengambil diskresi. Tentu ada batasan-batasannya saat mengambil diskresi,” katanya. (DDTCNews) (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.