BERITA PAJAK HARI INI

Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 Mei 2024 | 08:00 WIB
Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan impor barang bawaan penumpang perihal jenis, jumlah, dan kondisi barang kini tidak lagi diatur di peraturan menteri perdagangan. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (1/5/2024).

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pembatasan impor barang bawaan penumpang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 resmi dihapus seiring dengan diterbitkannya Permendag 7/2024.

"Terkait dengan barang bawaan pribadi penumpang dalam permendag, tidak diatur lagi batasan jenis, jumlah, dan kondisi barangnya, kecuali untuk barang yang dilarang dan barang berbahaya," katanya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Dengan demikian, pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang-barang bawaan yang tidak lagi dibatasi tersebut tetap mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203/2017.

Permendag 7/2024 telah ditandatangani oleh Zulhas pada 29 April 2024 dan dinyatakan berlaku dalam waktu 7 hari setelah regulasi tersebut diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Mudah-mudahan persoalan mengenai Permendag 36/2023 bisa selesai sehingga tidak ada hambatan dalam importasi bahan baku industri, barang kiriman PMI, dan barang bawaan penumpang," ujar menteri perdagangan.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Selain isu impor barang bawaan penumpang, ada pula ulasan mengenai kinerja utang pemerintah dalam tahun berjalan ini. Selain itu, ada pula ulasan mengenai kerja sama antara DJP dan TNI, serta izin usaha tambang untuk ormas keagamaan.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Impor terhadap Barang Bawaan

Dalam Permendag 36/2023, pemerintah sebelumnya membatasi impor barang bawaan dari sejumlah komoditas, mulai dari elektronik, alas kaki, barang tekstil, tas, hingga sepatu. Contoh, alas kaki yang dibatasi sebanyak 2 pasang per penumpang.

Lalu, tas dibatasi 2 buah per penumpang, barang tekstil jadi lainnya dibatasi 5 buah per penumpang, barang elektronik dibatasi 5 unit dengan total nilai maksimal FOB US$1.500 per penumpang, dan telepon seluler dibatasi 2 unit per penumpang dalam setahun.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Dengan dihapuskannya batasan-batasan tersebut, barang bawaan dikenai bea masuk sebesar 10% dan PDRI dalam hal nilai pabeannya melebihi FOB US$500 per penumpang.

Adapun pajak yang dikenakan antara lain PPN sebesar 11% dan PPh Pasal 22 impor sebesar 0,5% hingga 10%. Dalam hal penumpang tidak memiliki NPWP, PPh Pasal 22 impor yang dikenakan adalah sebesar 1% hingga 20%.

Tingkatkan Kepatuhan Pajak, DJP dan TNI Teken Perjanjian Kerja Sama

Ditjen Pajak (DJP) dan TNI meneken perjanjian kerja sama (PKS). Penandatanganan PKS dilakukan langsung oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Mayjen TNI Yusri Nuryanto.

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

Suryo menuturkan penandatanganan PKS tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari memorandum of understanding (MoU) antara menteri keuangan dan panglima TNI pada 17 Januari 2022. Adapun perjanjian terkait dengan kerja sama pelaksanaan tugas dan fungsi Kemenkeu dan TNI.

“Tujuan dari PKS ini adalah untuk terwujudnya kerja sama dan sinergisitas antara DJP dan TNI. Tujuan akhir dari PKS ini adalah peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak,” katanya. (DDTCNews)

Akhir Maret 2024, Utang Pemerintah Tembus Rp8.262 Triliun

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah senilai Rp8.262,1 triliun pada akhir Maret 2024.

Baca Juga:
Catat! Buku Hiburan, Roman Populer, Hingga Komik Tetap Kena Bea Masuk

Laporan APBN Kita edisi April 2024 menyatakan rasio utang pemerintah pada akhir Maret 2024 mencapai 38,79%. Rasio utang tersebut lebih rendah ketimbang posisi akhir bukan sebelumnya yang senilai Rp8.319,22 triliun atau 38,79% PDB.

"Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan," bunyi laporan APBN Kita. (DDTCNews)

Ormas Keagamaan Diberikan Izin Usaha Pertambangan

Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berencana memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan.

Baca Juga:
Wacana Penurunan Batas Omzet PPh Final, UMKM Makin Terbebani?

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian IUP tersebut merupakan bentuk balas budi negara kepada ormas-ormas keagamaan yang turut mendukung kemerdekaan Indonesia.

Dia menuturkan pemberian IUP kepada ormas keagamaan tersebut akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP). Nanti, ormas yang mendapatkan IUP wajib mengelola pertambangan dengan baik. (DDTCNews)

Beri Keringanan Pajak Hiburan, Pemda Bisa Gunakan Diskresi

Pemerintah daerah (pemda) bisa memberikan keringanan pajak daerah, termasuk untuk pelaku usaha hiburan, menggunakan diskresi apabila peraturan kepala daerah yang mengatur soal insentif pajak daerah belum tersusun.

Baca Juga:
Ada Rencana Penurunan Batas Omzet PPh Final UMKM, Ini Kata Pemerintah

Hal itu disampaikan Dosen PKN STAN Yadhy Cahyady dalam webinar berjudul Implementasi Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi. Menurutnya, UU Administrasi Pemerintahan membuka ruang bagi pejabat daerah untuk mengambil diskresi dengan batasan tertentu.

“Kalau misal belum ada Perkada berarti ada kekosongan hukum maka berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan pejabat daerah dimungkinkan mengambil diskresi. Tentu ada batasan-batasannya saat mengambil diskresi,” katanya. (DDTCNews) (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Jumat, 20 Desember 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra