BERITA PAJAK HARI INI

Implementasi Perubahan Skema PPN Tergantung Pemulihan Ekonomi

Redaksi DDTCNews | Kamis, 01 Juli 2021 | 08:15 WIB
Implementasi Perubahan Skema PPN Tergantung Pemulihan Ekonomi

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemberlakuan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) akan tergantung pada pemulihan ekonomi Indonesia. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media pada hari ini, Kamis (1/7/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan skema PPN menjadi bagian dari langkah reformasi pajak dan masuk dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dia mengestimasi ketentuan baru itu akan berlaku setelah Indonesia pulih dari pandemi Covid-19.

"Kami akan membahasnya dulu dan mungkin implementasinya nanti akan tergantung pada seberapa cepat pemulihan Indonesia, sehingga ketika Indonesia pulih, Indonesia juga akan pulih dari segi fiskal, ekonomi, kesehatan, serta kesejahteraan masyarakat," katanya.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana menerapkan skema PPN multitarif. Tarif umum akan dinaikkan dari 10% menjadi 12%. Kemudian, pemerintah juga memperkenalkan range tarif 5% sampai dengan 25%. Simak ‘Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, Ini Penjelasan Sri Mulyani’.

Selain berencana menerapkan skema PPN multitarif, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga mengatur kembali objek dan fasilitas agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Pemerintah berencana mengurangi pengecualian PPN.

Selain mengenai estimasi waktu implementasi kebijakan baru PPN, ada pula bahasan terkait dengan usulan kenaikan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Kemudian, ada bahasan tentang kesepakatan postur makro fiskal yang akan menjadi dasar penyusunan RAPBN 2022.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • PPN Multitarif

Pengenaan skema multitarif akan memberikan rasa keadilan lantaran barang mewah atau sangat mewah dikenakan tarif yang lebih tinggi. Sementara pada barang yang dikonsumsi masyarakat miskin, pemerintah tetap dapat mengatur agar tarifnya dibuat 0%.

PPN dengan tarif tinggi tersebut misalnya, akan dikenakan atas produk sembako premium, jasa pendidikan komersial, serta jasa kesehatan selain kebutuhan dasar kesehatan. Salah satunya adalah biaya operasi plastik untuk kecantikan yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

"Ini adalah seluruh strategi yang akan kami diskusikan, termasuk di dalamnya mengenai kesetaraan dan keadilan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews/Kontan)

  • Usulan Kenaikan PTKP

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Ecky Awal Mucharam mengusulkan agar pemerintah menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk mendorong konsumsi masyarakat pada masa pandemi Covid-19. Simak ‘Apa Itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?’.

Ecky mengatakan kenaikan PTKP akan menjadi insentif tersendiri bagi para wajib pajak orang pribadi yang terdampak pandemi Covid-19. Menurutnya, PTKP yang ideal pada situasi saat ini yakni senilai Rp8 juta per bulan atau Rp96 juta per tahun.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

"Dengan PTKP dinaikkan Rp8 juta maka leverage yang multiplier effect pada konsumsi rumah tangga mereka menjadi meningkat. Ini akhirnya menambah pertumbuhan ekonomi kita," katanya dalam rapat bersama pemerintah. (DDTCNews/Kontan)

  • Penerimaan Perpajakan

Banggar DPR bersama dengan pemerintah resmi menyetujui postur makro fiskal 2022 yang akan menjadi dasar penyusunan RAPBN 2022. Target penerimaan perpajakan yang menjadi landasan untuk penyusunan RAPBN 2022 adalah sebesar 8,37% hingga 8,42% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rentang ini sesuai dengan usulan awal pemerintah.

"Kebijakan perpajakan tahun 2022 ditujukan untuk mendukung pemulihan ekonomi di antaranya melalui pemberian insentif perpajakan yang tetap terukur dan terarah serta meningkatkan optimalisasi penerimaan negara," ujar Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Golkar Hamka Baco Kady. (DDTCNews)

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis
  • Pelayanan Tatap Muka

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan kegiatan pelayanan tatap muka langsung akan disesuaikan dengan dinamika perkembangan kasus Covid-19. Kebijakan tersebut dapat berbeda, tergantung pada masing-masing wilayah kerja.

Neilmaldrin menuturkan pelayanan tatap muka pada prinsipnya masih berlaku dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat. Namun, hal tersebut akan disesuaikan dengan perkembangan pandemi pada masing-masing wilayah unit kerja DJP.

DJP mengatakan jika pelayanan tatap muka tidak dapat diselenggarakan, bukan berarti pelayanan kepada wajib pajak terhenti. Proses bisnis pelayanan tatap muka tersebut akan dialihkan ke pelayanan elektronik. Simak ‘90% Pegawai DJP WFH, Layanan Langsung Sebagian Kantor Pajak Dihentikan’. (DDTCNews)

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak
  • Barang Kena Cukai

Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Banggar DPR merekomendasikan agar pemerintah segera merealisasikan rencana ekstensifikasi barang kena cukai.

Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady mengatakan pemerintah dapat melakukan kebijakan itu untuk menambah pendapatan negara. Menurutnya, UU Cukai juga sudah memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.

"Penerimaan cukai dapat diperluas, di antaranya dengan percepatan pengenaan cukai kantong plastik dan perluasan pengenaan cukai pada produk plastik, serta memulai proses regulasi untuk penerapan cukai terhadap soda dan pemanis makanan dan minuman," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pembebasan PPN di Indonesia Lebih Banyak Ketimbang Negara Lain
  • Pajak Karbon

Sebelum menentukan tarif, pemerintah dinilai perlu terlebih dahulu mematangkan desain pajak karbon. Researcher DDTC Fiscal Research Lenida Ayumi mengatakan pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk menentukan besaran tarif.

Pasalnya, pengenaan pajak karbon dapat meningkatkan biaya produksi cukup signifikan, khususnya bagi industri berbasis energi. Dengan demikian, ada potensi perubahan perilaku perusahaan untuk merealokasi produksinya ke negara yang tidak menerapkan pajak karbon atau memiliki tarif pajak yang rendah.

“Oleh karena itu, sebelum beralih kepada penentuan tarif, desain pajak karbon seperti halnya penentuan basis pajak atau objek yang dikenakan pajak perlu didefinisikan secara matang,” ujar Ayumi. Simak ‘Mau Kenakan Pajak Karbon? Ini Aspek Krusial yang Perlu Diperhatikan’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan