Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Mei 2022 sudah mencapai Rp7.002,24 triliun.
Laporan APBN Kita edisi Juni 2022 menyebut berdasarkan realisasi tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,88%. Angka tersebut turun dibandingkan dengan rasio utang pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 39,09%.
"Secara nominal, terjadi penurunan total outstanding dan rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan realisasi bulan April 2022," bunyi laporan tersebut, dikutip Senin(27/6/2022).
Laporan itu menyebut utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai Rp6.175,83 triliun atau 88,2%.
SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.934,56 triliun, sementara dalam valuta asing Rp1.241,27 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya Rp826,4 triliun atau 11,8%. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp14,74 triliun dan pinjaman luar negeri Rp811,67 triliun.
Laporan APBN Kita menjelaskan portofolio utang akan dijaga agar terus optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien. Dari segi jatuh tempo, komposisi utang pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal.
"Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo (average time to maturity) sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,7 tahun," bunyi laporan itu.
Pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan DPR dalam UU APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pelaksanaannya, pengadaan utang pemerintah juga memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi dan kebutuhan pembiayaan.
Guna menghadapi risiko global yang saat ini bergeser pada peningkatan isu geopolitik dan dinamika kebijakan moneter AS, pemerintah telah melakukan beberapa penyesuaian strategi pembiayaan melalui utang pada tahun ini.
Kebijakan yang diambil antara lain penurunan target lelang SBN, fleksibilitas penerbitan SBN valas baik dari jumlah dan waktu penerbitan, fleksibilitas pembiayaan melalui Development Partners, optimalisasi SBN ritel, serta penguatan sinergi dengan BI melalui SKB I dan SKB III hingga akhir 2022.
Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi pada tahun ini diperkirakan akan terus berlanjut. Dengan adanya peningkatan kinerja pendapatan negara yang baik dan didukung realisasi pembiayaan utang yang on track, serta optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, defisit APBN 2022 diperkirakan akan lebih rendah dari target 4,85% terhadap PDB.
"Pemerintah optimistis di tahun 2023 APBN dapat kembali menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB," tulis laporan tersebut. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.