JAKARTA, DDTCNews – Kasus pajak perusahaan Google masih terus bergulir. Pagi ini, Senin (17/4), Google akan menyampaikan perhitungan pajak sesuai dengan versinya kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan perwakilan Google akan datang menemui pemerintah Indonesia untuk membahas keberlanjutan pajak Google.
Menurutnya, sebagai sebuah perusahaan yang juga memperoleh keuntungan dari Indonesia, Google diminta turut memberikan kontribusi terhadap Indonesia. Sebelumnya, pemerintah sudah menyodorkan kepada Google hitung-hitungan angka terkait pajak yang harus dibayar Google kepada pemerintah Indonesia.
Kabar lainnya datang dari kebijakan pajak mobil mewah yang menekan sektor otomotif untuk lebih berkembang dan kontraktor Mihas yang meminta adanya aturan pajak gross split. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Pemerintah saat ini memberikan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tinggi terhadap mobil-mobil mewah di Indonesia, tak terkecuali untuk mobil sport. Presiden Direktur Prestige Image Motorcars Rudy Salim mengatakan dengan adanya pajak yang sangat mahal ini, mobil-mobil supercar justru merasa dimusuhi di Indonesia. Rudy berharap agar pemerintah tidak terus menerus menaikkan PPnBM untuk mobil-mobil supercar secara signifikan. Karena menurutnya mobil di segmen supercar termasuk indikator awal sebuah negara bisa berkembang dari sektor otomotif.
Pelaku industri migas meminta agar pemerintah menerbitkan aturan perpajakan dalam pelaksanaan skema kontrak gross split. Aturan ini dianggap bisa memberi kepastian mengenai pajak apa saja yang harus ditanggung dan dibayarkan kontraktor migas dengan menggunakan skema tersebut. Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd. Moshe Rizal Husin mengatakan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 tahun 2017 tentang gross split, tidak menjelaskan secara spresifik mengenai pajak. Padahal investor perlu mendapat kepastian dalam pelaksanaan skema ini.
Peluang pertumbuhan ekonomi kuartal pertama untuk menembus 5% diperkirakan sulit terpenuhi akibat tertekannya daya beli masyarakat terutama dari penyesuaian tarif dasar listrik golongan 900 VA. Semula konsumen hanya membayar Rp80.000 per bulan, kenaikan tarif membuat konsumen harus membayar Rp180.000 per bulan. Hal ini langsung menekan kemampuan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Ditjen Pajak mencatat hingga 31 Maret 2017, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp222 triliun. Angka tersebut tumbuh 18,23% dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp188,2 triliun atau mencapai 17% dari target dalam APBN yang sebesar Rp1.307,6 triliun. Rinciannya adalah, realisasi penerimaan pajak non migas hingga kuartal I 2017 mencapai Rp122,52 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai barang mewah (PPnBM) sebesar Rp85,74 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp530,16 miliar, pajak lainnya sebesar Rp1,65 miliar, dan pajak migas sebesar Rp11,82 triliun.
Jika tak ada aral melintang, pada 20-22 April 2017, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence dijadwalkan datang ke Indonesia. Orang nomer dua di AS tersebut dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo dengan membawa sejumlah agenda penting. Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengatakan BKPM akan berupaya menarik lebih banyak investasi AS, meski kecil kemungkinannya karena kebijakan proteksionis Presiden AS Trump.
Neraca perdagangan Indonesia Maret 2017 diperkirakan kembali surplus. Namun, surplus yang terjadi akan lebih rendah lantaran impor tumbuh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Kinerja impor Maret 2017 tumbuh 10,35% yoy menjadi US$11,4 miliar. Ekonom Maybank Indonesia Juniman menjelaskan pertumbuhan impor tahunan yang lebih tinggi akan menyebabkan neraca perdagangan Maret 2017 hanya surplus US$756 juta.
Kementerian BUMN terus menggodok rencana pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN. Menurut Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, pembentukan holding pertama yang akan diteken menteri adalah holding BUMN sektor pertambangan dan energy. Setelah itu, akan menyusul holding perbankan, tol, perumahan, dan pangan. Namun menurut Gatot, saat ini pembentukan holding-holding tersebut saat ini masih terganjal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.