AUSTRALIA

EY, KPMG, PwC & Deloitte Dilarang Ajari Klien Hindari Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 16 September 2016 | 06:11 WIB
EY, KPMG, PwC & Deloitte Dilarang Ajari Klien Hindari Pajak

CANBERRA, DDTCNews – Ditjen Pajak Australia (Australian Tax Office/ATO) melarang empat kantor akuntan terbesar (Big Four) yakni Ernst and Young (EY), KPMG, PwC dan Deloitte untuk mengajarkan skema penghindaran pajak kepada klien-klien mereka.

Wakil Komisaris ATO Mark Konza menyatakan pelarangan tersebut sejalan dengan berlakunya hukum antipenghindaran pajak bagi perusahaan multinasional (Multinational Anti-Avoidance Law/ MAAL), atau yang populer dengan sebutan google tax, yang berlaku sejak Januari 2016.

Di sisi lain, pelarangan tersebut adalah respons ATO terhadap fakta tentang bagaimana para akuntan dan konsultan pajak membantu para kliennya untuk melakukan skema restrukturisasi usaha guna menghindari aturan pajak yang baru itu.

Baca Juga:
Hasil USKP Periode III/2024 Sudah Diumumkan! 450 Peserta Lulus

“Kami baru sadar adanya skema seperti itu dua minggu lalu. Jujur saja kami terganggu dengan upaya terang-terangan [kantor akuntan] dalam melemahkan aturan dalam MAAL,” katanya, kemarin (14/9).

MAAL adalah aturan pajak yang ditujukan untuk perusahaan yang memiliki penjualan global tahunan lebih dari AUS$1 miliar atau sekitar Rp9,8 triliun melalui penjualan produknya di Australia.

Namun, karena tagihan atas penjualan itu berasal dari luar negeri, maka keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut terhindar dari pajak Australia. Skema ini biasanya melibatkan beberapa nama merek terkenal di dunia.

Baca Juga:
Fokusnya ke Restitusi, Pemeriksaan Tak Optimal Lacak Pengelakan Pajak

“Saya sudah pernah menghadiri presentasi dari beberapa perusahaan konsultan pajak terbesar, dan mereka mengarahkan penjualan di Australia melalui bentuk partnership di mana pembayaran pajaknya hanya 1% saja dari profit dan sisanya disimpan di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah," katanya.

Konza juga telah memperingatkan bahwa skema tersebut memang luar biasa cerdas namun tidak mematuhi peraturan perpajakan dunia. Ia berjanji akan segera melakukan audit yang diperlukan kepada para klien perusahaan akuntan terbesar itu.

Dia menginformasikan, seperti dilansir Financial Review, ATO saat ini juga masih memeriksa sedikitnya 175 perusahaan multinasional yang diduga kuat memiliki utang pajak setelah berlakunya MAAL. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 19 Desember 2024 | 15:05 WIB KONSULTAN PAJAK

Hasil USKP Periode III/2024 Sudah Diumumkan! 450 Peserta Lulus

Kamis, 19 Desember 2024 | 12:00 WIB PENGAWASAN PAJAK

Fokusnya ke Restitusi, Pemeriksaan Tak Optimal Lacak Pengelakan Pajak

Rabu, 18 Desember 2024 | 14:00 WIB KONSULTASI CORETAX

Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Selasa, 17 Desember 2024 | 14:00 WIB LAPORAN WORLD BANK

Survei World Bank Catat 1 dari 4 Perusahaan Indonesia Mengelak Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP