KEBIJAKAN PAJAK

Ekonomi Digital Tumbuh, Ada Peluang dan Tantangan ke Penerimaan Pajak

Dian Kurniati | Sabtu, 18 November 2023 | 12:00 WIB
Ekonomi Digital Tumbuh, Ada Peluang dan Tantangan ke Penerimaan Pajak

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Tax Grand Seminar and Competition 2023 oleh Unpad.

JAKARTA, DDTCNews - Perkembangan ekonomi digital bisa menimbulkan risiko sekaligus peluang bagi pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan Indonesia termasuk negara yang mulai menggarap potensi pajak pada ekonomi digital. Menurutnya, potensi mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital masih terbuka luas meskipun kehadirannya juga menjadi tantangan tersendiri.

"Ekonomi digital akan terus berkembang. Meskipun ada disrupsi, tetapi tetap akan ada peluang baru," katanya dalam Tax Grand Seminar and Competition 2023 yang diselenggarakan oleh Universitas Padjadjaran (Unpad), Sabtu (18/11/2023).

Baca Juga:
Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

Bawono mengatakan digitalisasi telah dan akan terus memengaruhi setidaknya 4 aspek di bidang pajak. Pertama, masa depan pemungutan pajak yang tidak lagi mensyaratkan kehadiran ekonomi secara signifikan.

Kedua, masa depan profesi pajak yang makin banyak bersinggungan dengan teknologi. Ketiga, masa depan administrasi pajak yang membutuhkan adaptasi agar selaras dengan teknologi digital.

Keempat, masa depan kepatuhan pajak mengingat teknologi digital membuat cakupannya makin luas.

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Sejauh ini, imbuh Bawono, Indonesia telah membuat beberapa terobosan dalam kebijakan pajak di tengah pertumbuhan ekonomi digital. Walaupun belum ada definisi resmi, kebijakan pajak mulai mengarah pada ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir.

Beberapa contohnya, yakni pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), pajak kripto, dan pajak fintech. Namun, potensi pajak dari sektor ekonomi digital ternyata masih lebih luas, termasuk mengenai pemajakan e-commerce yang berada di dalam negeri.

Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memberikan kewenangan kepada pemerintah menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan dan pemungutan pajak. Pihak lain ini adalah pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Pihak lain ini juga tidak hanya bisa memungut PPN, tetapi juga memotong PPh atas penghasilan yang diterima pengguna e-commerce.

"Platform ini tahu segala macam interaksi antarpelapak dan penggunanya. Semua transaksinya terlihat, tetapi dalam pelaksanaannya belum ada aturan teknis untuk menjamin kepatuhan para pelaku usaha di ekosistem e-commerce di dalam negeri," ujarnya.

Di sisi lain, Bawono menambahkan Ditjen Pajak (DJP) telah melakukan beberapa langkah maju untuk memperkuat administrasi pajak dan manajemen kepatuhan wajib pajak di tengah ekonomi digital. Salah satunya, melalui pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

PSIAP akan membuat Indonesia mengejar ketertinggalan belanja teknologi di bidang pajak dari negara lain. Manfaat PSIAP tidak hanya dirasakan pegawai atau instansi DJP, tetapi juga wajib pajak dan pemangku kepentingan lainnya.

Melalui PSIAP yang membuat data lebih terintegrasi, Indonesia pun bakal memiliki kemampuan lebih besar untuk mengoptimalkan pajaknya.

Salah satu proses bisnis yang masuk dalam PSIAP yakni compliance risk management (CRM). Dengan aplikasi CRM, otoritas dapat memberikan pelayanan kepada wajib pajak berdasarkan profil risiko.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Bantuan teknologi juga akan membuat pengawasan makin efisien karena lebih banyak wajib pajak berada dalam radar.

"Bayangkan dengan adanya sistem yang semua datanya terintegrasi dan lebih mudah matching, kita lebih mudah mengelola behaviour wajib pajak. Misal ternyata profilnya ada penghasilan lain atau harta tidak dilaporkan," imbuhnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen