MYANMAR

Dolar AS Terus Menguat, Pelaku Bisnis Serukan Penurunan Tarif Pajak

Kurniawan Agung Wicaksono | Senin, 17 September 2018 | 11:42 WIB
Dolar AS Terus Menguat, Pelaku Bisnis Serukan Penurunan Tarif Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pelaku bisnis Myanmar mendesak pemerintah untuk menurunkan tarif pajak negaranya. Langkah ini disebut-sebut untuk mengurangi tekanan akibat penguatan dolar Amerika Serikat dan perlambatan permintaan masyarakat beberapa bulan terakhir.

Menurut Survei Sentimen Bisnis kuartalan Kamar Dagang dan Industri Myanmar (Union of Myanmar Federation Chamber of Commerce and Industry /UMFCCI) bulan lalu, tingkat perpajakan yang tinggi menjadi alasan utama pelemahan ekonomi.

Survei tersebut mengungkap penurunan kepercayaan bisnis secara keseluruhan hingga 25% (year on year/yoy). Selain itu, sebanyak 3 dari 5 alasan berkurangnya kepercayaan terhadap pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan perpajakan.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selama pertemuan antara Daw Aung San Suu Kyi pada akhir Agustus, para pemimpin bisnis – termasuk ketua UMFCCI U Zaw Min Win dan Ketua Asosiasi Pengusaha Konstruksi Myanmar (Myanmar Construction Entrepreneurs Association /MCEA) – mendesak Penasihan Negara untuk mengurangi pajak dan suku bunga acuan untuk menarik lebih banyak investasi masuk.

Direktorat Investasi dan Administrasi Perusahaan (The Directorate of Investment and Company Administration / DICA) memperkirakan investasi asing (foreign direct investment/FDI) senilai US$5,8 miliar pada 2018-2019.

Angka tersebut tidak banyak berubah dari periode sebelumnya yakni 2017-2018 yang berakhir pada 31 Maret. Pada periode tersebut, FDI yang masuk untuk 222 proyek senilai US$5,7 miliar. Padahal, pada 2016-2017, negara menerima investasi US$6,5 miliar untuk 135 proyek.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Permintaan pelaku bisnis untuk menurunkan tarif pajak ini bukan yang pertama kalinya. Permintaan dengan alasan mengambat operasi, terutama perusahaan baru ini pernah diserukan sebelumnya.

Melansir The Myanmar Times, U Maung Weit, seorang pengusaha, mengeluhkan besarnya pajak saat mulai menjalankan bisnis. Saat harus berinvestasi dalam aset modal, sambungnya, ada pajak belanja modal 30%, meskipun secara riil pihaknya belum memulai bisnis.

“Jadi, kami menyarankan untuk mengurangi pajak ini menjadi 5% untuk 1-2 tahun pertama memulai bisnis,” katanya, seperti dikutip pada Senin (17/9/2018).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Banyak juga pihak kecewa ketika regulasi pengampunan pajak (tax amnesty) tidak dimasukkan dalam undang-undang resmi yang disahkan pada 20 Maret 2018. Menurut Union Tax Law 2018, semua sumber penghasilan yang tidak dideklarasikan akan dikenakan pajak 30%.

Berdasarkan undang-undang baru, pengurangan hanya diberikan untuk pajak komoditas khusus dan withholding tax. Padahal, jika disetujui, pengampunan pajak itu akan memungkinkan warga (residen) dan nonresident untuk membayar 3% untuk penghasilan yang belum dikenai pajak.

Menurut Komite Akun Publik Bersama, amnesti itu dihilangkan dengan alasan memungkinkan orang menghindari pembayaran pajak di masa lalu dengan membayar pajak lebih rendah. Hal ini juga memungkinkan mereka lolos dari hukuman karena penggelapan pajak.

Baca Juga:
Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Namun demikian, menurut U Myo Myint, CEO MKT Construction, orang yang memiliki black money tidak akan peduli membayar pajak. Orang-orang yang benar-benar berjuang dan bekerja mendapatkan uang, lanjutnya, yang akan dipaksa membayar pajak

“Menurunkan pajak akan menjadi langkah postif yang akan meningkatkan perekonomian secara keseluruhan,” katanya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN