Ilustrasi.
TANGERANG, DDTCNews - Penyuluh dari KPP Pratama Jakarta Cengkareng mengadakan sosialiasi tentang kewajiban perjakan bagi wajib pajak yang berprofesi sebagai content creator.
Hal ini bukan tanpa alasan. Dalam beberapa tahun terakhir, terlebih sejak pandemi Covid-19 melanda, makin banyak masyarakat yang menjajal peruntungan sebagai pegiat media sosial, termasuk kreator konten.
"Sejak pandemi ini, banyak yang jadi content creator. Kawan pajak yang sudah menjadi content creator atau berniat menjajal profesi ini, binggung enggak bagaimana kewajiban pajaknya?" tanya Fungsional Penyuluh KPP Pratama Jakarta Cengkareng Lidya Bermatias, dilansir pajak.go.id, Kamis (5/1/2023).
Lidya menyampaikan bahwa setidaknya ada 4 kewajiban dan 4 hak dasar yang dimiliki oleh wajib pajak yang berprofesi sebagai kreator konten. Kewajiban yang perlu dijalankan, yakni mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung besaran penghasilan dan pajak yang terutang, membayar pajak sesuai perhitungannya, dan melaporkan pembayaran pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
"Secara umum, hak dan kewajiban perpajakan content creator sama dengan wajib pajak pada umumnya," kata Lidya.
Sementara untuk hak-hak pajak yang didapat oleh kreator konten, terutama, adalah mendapat pelayanan untuk mendapatkan informasi perpajakan yang gratis dan adil. Wajib pajak bisa menghubungi KPP terdaftar untuk diberikan layanan yang tidak dipungut biaya.
"Jika ada kesalahan dalam pelaporan perpajakan dan mau dibetulkan, silakan menggunakan hak untuk melakukan pembetulan SPT. Saat ada ketetapan berupa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak yang kurang bayar, bisa gunakan hak keberatan, banding, dan peninjauan kembali," ujar Lidya.
Wajib pajak yang berprofesi sebagai kreator konten juga perlu memahami tentang jangka waktu pembayaran dan pelaporan pajak. Dalam kesempatan yang sama, petugas juga memberikan simulasi penghitungan pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah PP 23/2018 s.t.d.t.d. PP 55/2022.
"Wajib pajak yang menggunakan tarif 0,5% adalah yang memiliki omzet di atas Rp500 juta dan kurang dari Rp4,8 miliar. Jadi ngitungnya, omzet dikurang Rp500 juta dikali tarif 0,5%," jelas Lidya.
Tim penyuluh juga memperkenalkan aplikasi M-Pajak dan menyarankan wajib pajak untuk mengunduhnya. Selain sebagai sarana untuk pembuatan billing, pada aplikasi tersebut juga terdapat wadah untuk membuat rekapan omzet perbulan dari wajib pajak.
Di akhir sesi, wajib pajak diingatkan kembali terkait batas waktu pelaporan SPT Tahunan. Seperti diketahui, batas waktu pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2023.
"Mulai Januari sudah bisa melaporkan, lebih cepat lebih awal lebih baik untuk pelaporan SPT-nya. Tidak perlu menunggu sampai 31 Maret 2023. Bingung nih cara lapornya gimana, silakan datang ke kantor pajak untuk dibantu," kata Lidya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.