Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan bakal melaksanakan 6 strategi untuk mengoptimalkan penerimaan dari cukai, bea masuk, dan bea keluar pada 2024.
Pertama, DJBC akan menjalankan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam UU APBN, serta kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
"Termasuk juga hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang telah ditetapkan multiyears pada 2022, yang berlaku untuk 2023 dan 2024," kata Dirjen Bea dan Cukai Askolani, dikutip pada Kamis (4/1/2024).
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 191/2022 dan PMK 192/2022, pemerintah menaikkan tarif CHT secara tahun jamak, baik pada produk rokok maupun rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Tarif cukai rokok naik rata-rata sebesar 10% setiap tahun pada 2023 dan 2024. Khusus sigaret kretek tangan (SKT), kenaikan tarif cukainya maksimum 5%. Adapun pada REL dan HPTL, tarif cukainya rata-rata naik 15% dan 6% pada 2023 dan 2024.
Kedua, pemerintah berencana kembali memberikan relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari pada tahun ini. Relaksasi pelunasan cukai 90 hari akan melonggarkan arus kas (cash flow) pelaku usaha di tengah kenaikan tarif cukai.
Kebijakan pelunasan cukai 90 hari diberikan pertama kali pada 2020 atau ketika pandemi Covid-19. Relaksasi tersebut kemudian kembali diberikan pada 2021, 2022, dan 2023.
Ketiga, pemerintah akan mengkaji kembali kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai pada 2024. Melalui UU APBN 2024, pemerintah kembali menetapkan target penerimaan cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
"Tentunya sejalan dengan kondisi ekonomi dan industri yang akan kita akan monitor sampai dengan pelaksanaan di APBN tahun 2024," ujar Askolani.
Keempat, pemerintah bakal mengoptimalkan operasi pengawasan terhadap barang kena cukai ilegal, terutama rokok. Selain mengoptimalkan penerimaan, penindakan terhadap barang rokok ilegal juga dilakukan untuk memberikan melindungi industri rokok legal.
Modus peredaran rokok ilegal antara lain tidak dilekati pita cukai atau polos, dilekati pita cukai bekas, dilekati pita cukai palsu, dilekati pita cukai salah peruntukan, serta dilekati pita cukai salah personifikasi. Tahun ini, modus-modus tersebut diharapkan bisa diminimalkan.
Kelima, optimalisasi penerimaan dengan memperkuat post clearance dan audit kepabeanan. Dalam hal ini, DJBC akan memperkuat pemeriksaan barang serta dokumen ekspor dan impor untuk mencegah keluar atau masuknya barang secara ilegal.
Penguatan penguatan ekspor dan impor juga bakal memperkuat daya saing perekonomian nasional, termasuk memberikan rasa adil bagi pengusaha di dalam negeri.
Keenam, DJBC akan terus memperkuat proses bisnis dan sistem teknologi informasi untuk memperlancar kegiatan ekspor dan impor.
"Tentunya arah kami ialah menurunkan cost logistic competitiveness dari kepabeanan kita sehingga akan membantu ekonomi kita dan juga membantu penerimaan dari bea masuk dan bea keluar," tutur Askolani.
Pada 2023, realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp282,2 triliun, atau 94,4% dari target awal APBN 2023 senilai Rp303,2 triliun, serta 95,4% berdasarkan target pada Perpres 75/2023 senilai Rp300,1 triliun. Kinerja penerimaan tersebut juga mengalami kontraksi 9,9%.
Pada 2024, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp321 triliun atau naik 13,7% dari periode tahun lalu. Angka tersebut terdiri atas cukai Rp246,07 triliun, bea masuk Rp57,37 triliun, dan bea keluar Rp17,52 triliun. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.