PRANCIS

Diancam AS, Prancis Tidak Gentar Tetap Terapkan Pajak Digital

Redaksi DDTCNews | Rabu, 17 Juli 2019 | 20:00 WIB
Diancam AS, Prancis Tidak Gentar Tetap Terapkan Pajak Digital

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire.

JAKARTA, DDTCNews – Meskipun mendapat ancaman dari Amerika Serikat (AS), Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menegaskan tidak akan mengubah haluan dan tetap memberlakukan pajak digital.

Le Maire mengatakan sejak awal sudah dijelaskan bahwa Prancis akan segera menarik aksi unilateralnya setelah ada konsensus global tentang pajak digital. Namun, selama belum ada solusi global, Prancis akan tetap mengimplementasikan pajak digital di negaranya.

“Kami tidak akan pernah menyerah. Kami menerapkan pajak pada raksasa digital karena kami pikir itu adalah cara yang adil dan efisien dalam memajaki mereka,” ujar Le Maire, seperti dikutip pada Rabu (17/7/2019).

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Le Maire berharap pertemuan para menteri keuangan di KTT G7 pekan ini dapat menemukan kompromi yang bisa membuka jalan bagi kesepakatan selanjutnya yang lebih luas di tingkat Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dia juga berharap G7 akan setuju secara prinsip terkait dengan “koridor" pajak perusahaan, yakni tarif pajak minimum dan maksimum. Menurutnya, jika kompromi di tingkat negara-negara G7 tidak terjadi, kompromi di tingkat OECD akan lebih sulit.

Terkait dengan ancaman AS, dia menilai sanksi dan pembalasan bukanlah jalan yang tepat. Prancis, sambungnya, tidak akan mundur secara prinsip untuk memastikan raksasa digital dikenakan pajak yang sama.

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Menurutnya, perusahaan digital membayar pajak lebih sedikit karena lebih sulit untuk menentukan tempat pendapatan mereka telah benar-benar dihasilkan. Hal itu terutama untuk perusahaan secara artifisial dapat mengalihkan keuntungan ke negara-negara yang pajaknya lebih rendah seperti Irlandia.

Le Maire menegaskan Prancis adalah negara berdaulat dan mengambil keputusan terkait pajak sebagai negara berdaulat. Dia juga menegaskan tak ada unsur diskriminasi anti-AS dalam rencana itu karena banyak perusahaan dari negara lain masuk dalam lingkup pajak ini, termasuk perusahaan asal Prancis.

Dia juga menyangkal ini adalah pajak berganda dengan mengutip penilaian dari komisi Eropa bahwa sebanyak 750 juta euro (sekitar Rp11,7 triliun) dari pendapatan digital masih belum dikenakan pajak. Tak hanya itu, Le Maire menyebut ada model bisnis baru yang menimbulkan celah besar dalam sistem perpajakan internasional

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

“Semua orang sadar ada model bisnis baru yang mendapat untung dari pengumpulan dan penjualan data. Ada celah besar dalam sistem perpajakan internasional. Kami hanya ingin mengisi celah itu. Kami harus memiliki sistem pajak yang adil untuk model baru ini,” ujarnya.

Meskipun Le Maire sering memimpin seruan agar Eropa menentang dominasi AS dengan memperkuat kedaulatan ekonominya sendiri, dia bersikeras ini bukan bagian dari perlawanan terhadap kekuatan dolar dan hanya untuk mencari model ekonomi abad ke-21.

“Kami sekutu dekat dan di antara sekutu cara terbaik untuk menyelesaikan kesulitan adalah dengan tidak masuk ke dalam logika sanksi dan pembalasan. Cara terbaik adalah bersama-sama di meja untuk mencari kompromi, dan itulah yang saya ingin lakukan dengan rekan saya, Menteri Keuangan [AS] Steven Mnuchin,” jelasnya, seperti dilansir The Guardian. (MG-nor/kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?