SEBAGAI ibukota Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI), Provinsi DKI Jakarta telah menjadi pusat perekonomian nasional. Instansi pemerintah maupun swasta mayoritas berpusat di DKI Jakarta.
Tidak heran apabila pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik di provinsi ini paling cepat dan maju. Dengan perekonomian yang tinggi, Jakarta telah dianggap sebagai jantung bisnis di Indonesia.
Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Daerah
DKI Jakarta merupakan daerah di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Perekonomiannya terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta juga menjadi tempat perputaran uang yang cukup besar.
Bilah ditinjau dari komponen PDRB, sektor sektor perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor menjadi penyumbang tertinggi. Disusul sektor industri pengolahan, konstruksi, serta jasa keuangan dan asuransi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor menyumbang Rp358,89 triliun atau sekitar 16,48% dari total PDRB 2016 sebesar Rp2.177,11 triliun. Pertumbuhan ekonomi pada 2016 mencapai 5,85%, lebih rendah dibanding 2015 yang mencapai 5,89%.
Dari sisi pendapatan, Provinsi DKI Jakarta bertopang pada pendapatan asli daerah (PAD). Kontribusi PAD mencapai Rp36,88 triliun atau 69% dari total pendapatan Rp53,78 triliun pada 2016.
Dana perimbangan hanya berkontribusi Rp15,27 triliun atau 28% dari total pendapatan. Itu pun berasal dari dana bagi hasil pajak/bukan hasil pajak sebesar Rp12,38 triliun dan dana alokasi khusus Rp2,89 triliun. Provinsi ini sama sekali tidak meneriman dana alokasi umum.
Adapun, kontribusi pos pendapatan daerah lainnya yang sah hanya mencapai Rp1,62 triliun atau berkisar 3% dari total pendapatan 2016. Kontribusi PAD yang tinggi menjadikan daerah ini paling mandiri secara fiskal.
Jika ditinjau lebih dalam, komposisi PAD Provinsi DKI Jakarta pada 2016, ditopang secara dominan dari instrumen pajak daerah. Kontribusinya mencapai 86% atau Rp31,61 triliun dari total PAD Rp36,88 triliun.
Kemudian disusul oleh realisasi dari lain-lain PAD yang sah mencapai Rp4,29 triliun (11%), retribusi daerah Rp675,47 miliar (2%) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp303,20 miliar (1%).
Kinerja Pajak
Meskipun mencatat kinerja PAD yang tinggi, pencapaian target penerimaan pajak Provinsi DKI tidak selalu memenuhi harapan. Selama periode 2012-2013, realisasi pajak daerah memang mampu mencapat target yang ditetapkan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Namun, setelah itu berangsur melemah. Secara berurutan, persentase realisasi terhadap target penerimaan pajak DKI Jakarta selama 2012 hingga 2016 adalah: 113,42% (2012), 106,63% (2013), 83,23% (2014), 80,59% (2015) dan 98,76% (2016). Pada 2016, realisasi pajak mencapai Rp31,61 triliun dari target Rp32,01 triliun.
Secara umum, realisasi pajak Provinsi DKI Jakarta tertinggi disumbang oleh pajak kendaraan bermotor yang mencapai Rp7 triliun dari total penerimaan pajak daerah 2016.
Terlebih, jumlah kendaraan di DKI Jakarta yang bertumbuh cukup pesat, termasukkendaraan mewah, membuat realisasi pajak kendaraan bermotor berandil tinggi terhadap realisasi pendapatan daerah. Hal ini juga didukung oleh adanya program pemutihan denda PKB dan BBNKB setiap tahunnya dengan periode yang bervariatif.
Berdasarkan informasi yang diperoleh DDTCNews, jumlah kendaraan bermotor sejak tahun 2010 hingga 2015 mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Namun pada tahun 2016 mengalami penurunan jumlah, dari 18,7 juta unit pada 2015 menjadi 18 juta unit pada 2016.
Jenis dan Tarif Pajak
Ketentuan tarif pajak yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam berbagai Peraturan Daerah (Perda). Perlu diketahui, DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang tidak hanya berwenang memungut jenis pajak daerah di tingkat provinsi, tapi juga jenis pajak daerah di tingkat kabuputan/kota.
Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Perda Nomor 47 tahun 2016 tentang Pajak Air Permukaan, dan Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang Pajak Rokok, menjadi dasar basis dan tarif pemungutan pajak berikut:
Keterangan:
Perda Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel, Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan, Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame, Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir, Perda Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah, Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta Perda nomor 18 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, mengatur tarif pajak berikut:
Keterangan:
Terdapat perubahan dalam Perda nomor 2 tahun 2015 tentang Pajak Kendaraan Bermotor yang terkait dengan penerapan pajak progresif kendaraan. Perda terbaru ini memisahkan pajak progresif kendaraan berdasarkan jumlah kepemilikan, identitas kepemilikan, fungsi kendaraan.
Substansi materi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini hanya yang berkenaan dengan ketentuan tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang dimiliki oleh orang pribadi yang besarannya mengalami penyesuaian.
Tax Ratio
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan DDTCNews, rasio pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB (tax ratio) DKI Jakarta pada 2016 mencapai 1,48%, lebih tinggi dari rata-rata tax ratio provinsi se-Indonesia sebesar 1,35%.
Catatan:
Administrasi Pajak
Pemungutan pajak dan retribusi daerah di Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta. Adapun informasi terkini dan pelayanan yang disediakan BPRD DKI Jakarta dapat diakses melalui situs resmi dengan alamat www.bprd.jakarta.go.id.
Sebelum Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) dibentuk, DKI Jakarta memiliki dinas pengumpul pendapatan daerah bernama Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah Dispenda menjadi BPRD pada 10 Januari 2017.
Perubahan nama itu pun membuat BPRD di tingkat kecamatan atau disebut Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) mengalami perubahan pula. UPPD berubah nama menjadi Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) dengan penambahan tugas juga, yang meliputi pelayanan pendaftaran dan pelaporan pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, pajak hiburan dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Sementara itu, Suku Dinas Pelayanan Pajak (SDPP) di 5 wilayah DKI Jakarta berubah menjadi Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi (SBPRD). SBPRD hanya melayani pajak dalam hal penilaian, pemeriksaan dan pengawasan; penetapan dan penagihan; pengurangan, keberatan dan banding untuk semua jenis pajak yang berada di wilayah kota administrasi tersebut.
Adapun Bidang Pengendalian di kantor pusat BPRD akan mengkoordinir sejumlah hal seperti pajak penerangan jalan, pajak rokok dan retribusi daerah. Terakhir, unit pelayanan PKB dan BBN-KB di 5 kantor Samsat DKI Jakarta akan tetap melayani PKB dan BBNKB.
Wajib pajak DKI Jakarta bisa membayar pajak kendaraan dan STNK melalui aplikasi Samsat online yang sekaligus bisa digunakan juga untuk membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Samsat online yang diluncurkan pada 22 Juni 2016 itu bekerja sama dengan beberapa bank yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, BCA, Bank Permata, CIMB Niaga dan tujuh Bank Pembangunan Daerah (BPD).
BPRD DKI Jakarta juga telah menyediakan pembayaran pajak daerah secara online yang meliputi Samsat Drive Thru, e-Samsat, JakOne Mobile Bank DKI, e-Channel Bank DKI. Dukungan pelayanan sistem online itu melalui kerja sama antara pemerintah provinsi dengan Bank DKI dan Polda Metro Jaya.
Kerja sama ini merupakan sinergi positif antara Bank DKI dan Polda Metro Jaya dalam mewujudkan peningkatan pelayanan publik, sehingga masyarakat merasa mudah dan nyaman untuk melakukan transaksi pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) secara non tunai.
Kabarnya, pemerintah provinsi DKI Jakarta juga akan menerbitkan kebijakan baru yang meliputi pemberian sanksi berat pada penunggak pajak mobil mewah, pembebasan pajak reklame untuk iklan asian games, pembebasan denda PKB dan BBN-KB, serta sinergi dengan KPK dan BPK untuk penagihan pajak.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.