Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang tengah diperiksa harus meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan. Data yang harus dipinjamkan tersebut termasuk yang dikelola secara elektronik.
Buku, catatan, dan/atau dokumen itu wajib diserahkan kepada pemeriksa pajak maksimal 1 bulan sejak surat permintaan peminjaman disampaikan. Apabila wajib pajak tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban tersebut meski telah diberikan surat peringatan maka konsekuensinya tergantung pada pertimbangan pemeriksa.
“...pemeriksa pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan,” bunyi Pasal 31 ayat (2) PMK 17/2013, dikutip pada Sabtu (20/7/2024).
Apabila pemeriksa pajak menyatakan tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak maka konsekuensinya adalah pemeriksa bisa menghitungnya secara jabatan.
Konsekuensi tersebut berlaku apabila pemeriksaan dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan juga bisa dilakukan terhadap wajib pajak badan.
Penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan berarti penghitungan bukan berdasarkan pembukuan wajib pajak. Adapun penghitungan dilakukan berdasarkan analisis dan kewajaran pemeriksa pajak serta berdasarkan data yang tidak hanya diperoleh dari wajib pajak.
Sesuai dengan ketentuan, penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan ini menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2015.
Namun, apabila penghasilan kena pajak tidak dihitung secara jabatan maka pemeriksa pajak dapat meminjam tambahan buku, catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yang sudah dipinjam.
Selain 2 konsekuensi tersebut, wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban peminjaman dokumen bisa terkena sanksi. Misal, apabila hasil pemeriksaan pada muaranya memunculkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) maka wajib pajak bisa terkena sanksi bunga atau kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) UU KUP.
Selain itu, apabila wajib pajak dengan sengaja tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain, maka bisa terancam hukuman pidana. Sanksi pidana yang bisa dikenakan adalah pidana penjara 6 bulan hingga 6 tahun dan denda 2x hingga 4x dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
“Setiap orang yang dengan sengaja:... tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain... sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali...dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 39 ayat (1) UU KUP.
Namun, apabila wajib pajak tidak memiliki atau menguasai buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh pemeriksa maka ada opsi yang bisa ditempuh.
Dalam kasus tersebut, wajib pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta pemeriksa pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai wajib pajak.
Perincian ketentuan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen dalam proses pemeriksaan pajak dapat disimak melalui UU KUP s.t.d.t.d UU HPP serta PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.