UU HPP

Cap Fasilitas Belum Ada untuk Penyerahan Barang Pokok, Ini Saran DJP

Muhamad Wildan | Senin, 17 Oktober 2022 | 17:31 WIB
Cap Fasilitas Belum Ada untuk Penyerahan Barang Pokok, Ini Saran DJP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) diusulkan untuk berkonsultasi dengan kantor pelayanan pajak (KPP) bila melakukan penyerahan barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN sesuai dengan Pasal 16B UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pasalnya, hingga saat ini belum terdapat cap/keterangan mengenai fasilitas PPN dibebaskan atas penyerahan barang kebutuhan pokok Pasal 16B UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Alasannya, aturan turunan UU HPP tentang ketentuan tersebut masih belum terbit.

"Di aplikasi e-Faktur saat perekaman faktur pajak keluaran dengan kode 08 ada pilihan keterangan tambahan 'Lainnya'. Namun, sementara ini jika ingin menggunakan pilihan keterangan tersebut, silakan konfirmasi terlebih dahulu ke KPP tempat dikukuhkan PKP," tulis @kring_pajak menjawab pertanyaan wajib pajak, dikutip Senin (17/10/2022).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Untuk diketahui, Pasal 16B UU PPN s.t.d.t.d UU HPP mengatur tentang BKP/JKP yang tidak dipungut atau dibebaskan dari PPN. Salah satu BKP yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan berdasarkan Pasal 16B adalah barang kebutuhan pokok.

Pada awalnya, barang kebutuhan pokok adalah barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN berdasarkan Pasal 4A UU PPN. Melalui UU HPP, barang kebutuhan pokok resmi menjadi BKP, tetapi mendapatkan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan dari PPN sesuai dengan Pasal 16B UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Merujuk pada ayat penjelas dari Pasal 16B ayat (1a) UU PPN s.t.d.t.d. UU HPP, barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN antara lain beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Walau telah diperinci dalam ayat penjelas, diperlukan PP guna mengatur secara lebih spesifik mengenai BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengecualian sesuai dengan Pasal 16B.

"Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya ... diatur dengan PP," bunyi Pasal 16B ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Ketentuan-ketentuan pada UU PPN yang direvisi melalui UU HPP ditetapkan berlaku sejak 1 April 2022. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra