PMK 56/2020

Bikin Rugi Industri Dalam Negeri, Impor Produk Benang Kena BMTP

Nora Galuh Candra Asmarani | Sabtu, 30 Mei 2020 | 09:00 WIB
Bikin Rugi Industri Dalam Negeri, Impor Produk Benang Kena BMTP

Ilustrasi. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk benang selain benang jahit dari serat stapel sintetik dan artifisial yang termasuk dalam dalam pos tarif 5509.22.00, 5509.32.00, 5509.51.00, 5509.53.00, 5510.12.00, dan 5510.90.00

Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/PMK.010/2020. Kebijakan ini dikeluarkan lantaran PMK No. 161/PMK.010/2019 yang mengenakan BMTP sementara (BMTPs) atas produk tersebut telah berakhir masa berlakunya.

Beleid baru tersebut juga mempertimbangkan hasil penyelidikan dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang menemukan adanya kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat produk tersebut.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

“Perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Benang (selain Benang Jahit) dari Serat Stapel Sintetik dan Artifisial,” demikian bunyi beleid tersebut seperti dikutip Jumat (29/5/2020)

Pengenaan BMTP ini merupakan pungutan tambahan atas bea masuk umum (most favoured nation/MFN) atau tambahan bea masuk preferensi untuk suatu negara yang memiliki kerja sama perdagangan dengan Indonesia dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Tarif BMTP yang akan dikenakan tersegmentasi dalam 3 periode. Pertama, periode I (27 Mei 2020-8 November 2020) dikenakan tarif Rp1.405/Kg. Kedua, Periode II (9 November 2020-8 November 2021) dikenakan tarif Rp1.192/Kg. Ketiga, Periode III (9 November 2021-8 November 2022) dikenakan tarif Rp979/Kg.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

BMTP atas produk benang ini dikenakan terhadap importasi dari semua negara, kecuali terhadap produk produk benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial yang diproduksi dari 121 negara yang tercantum dalam beleid itu.

Negara yang dikecualikan itu di antaranya adalah Argentina, Brazil, Costa Rica, Guatemala, Haiti, Hongkong, Kazakhstan, Kuwait, Liberia, Maldives, Nepal, Oman, Peru, Rusia, Saint Lucia, Samoa, Tanzania, Uruguay, Venezuela dan Zambia.

Namun, bagi importir yang berasal dari negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP ini atau negara yang memiliki kerja sama perdagangan dengan Indonesia, wajib menyerahkan dokumen Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Beleid ini menjelaskan apabila penyelesaian kewajiban pabean dilakukan dengan pengajuan pemberitahuan pabean, BMTP ini akan berlaku sepenuhnya terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabean impornya telah mendapat nomor pendaftaran dari kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.

Sementara itu, jika penyelesaian kewajiban pabean dilakukan tanpa pengajuan pemberitahuan pabean, BMTP berlaku untuk impor produk yang tarif dan nilai pabeannya ditetapkan oleh kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.

Beleid ini juga mengatur pemasukan barang dari luar daerah pabean ke tempat penimbunan berikat. BMTP akan ditambahkan sebagai bea masuk yang ditangguhkan dalam dokumen pemberitahuan pabean pemasukan barang ke tempat penimbunan berikat. Beleid ini berlaku sejak 27 Mei 2020 sampai dengan 8 November 2022. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN