Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan secara bertahap mentransformasi seluruh proses bisnis institusinya dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI). Rencana penerapan konsep kantor pajak go digital ini menjadi bahasan beberapa media pada hari ini, Rabu (14/8/2019).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan proses bisnis dan administrasi perpajakan baik dari sisi pelayanan, pengawasan, maupun penegakan hukum akan mengandalkan penggunaan sistem TI yang modern.
“Selain efisiensi SDM [sumber daya manusia], langkah ini akan memberikan keseragaman dalam pemberian pelayanan. Ini karena pelayanan diproses secara terpusat dengan standar baku,” katanya.
Konsep pelayanan di masa mendatang akan lebih mengutamakan laman web (online) dan contact center untuk memproses kebutuhan wajib pajak (WP). Sampai saat ini, dari 152 jenis layanan perpajakan yang ada di DJP, sudah ada 31 layanan yang sudah digital.
Beberapa layanan yang sudah digital yaitu e-filing, e-reg, e-billing, surat keterangan domisili (SKD), Surat Keterangan Fiskal (SKF), dan lain sebagainya. Ke depan, DJP akan mengarahkan berbagai layanan lain ke sistem online yang didukung contact center yang kuat.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti penerapan bea masuk biodiesel asal Indonesia oleh Uni Eropa (UE). Kawasan tersebut resmi memberlakukan bea masuk sebesar 8—18% mulai hari ini, lebih cepat dari rencana semula pada 6 September 2019.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan contact center terbagi menjadi 3 konsep, yaituclick untuk laman web, call untuk call center, dan konter untuk tempat pelayanan terpadu (TPT) di kantor pelayanan pajak. DJP akan secara bertahap memindahkan pelayanan konter ke click dan call.
Upaya pemindahan ini, sambungnya, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Apalagi, DJP juga perlu untuk mengedukasi WP agar pindah dari kebiasaan lamanya (manual). Namun, dia memastikan proses akan mulai berlangsung tahun depan.
“Pengalaman memindahkan WP dari pelaporan SPT manual ke e-filing selama ini akan menjadi referensi dalam men-transform proses bisnis pelayanan tersebut. Memang akan secara bertahap, melihat jenis-jenis layanan yang bisa atau siap untuk dilaksanakan,” imbuh Hestu.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan reformasi dalam proses bisnis kantor pajak ke arah digital akan mengurangi biaya kepatuhan. Hal ini dikarenakan WP akan mendapat kemudahan, pelayanan yang optimal dan responsif, dan proses administrasi yang lebih transparan. Alhasil, kepercayaan wajib pajak juga akan meningkat.
“Ini akan mengurangi biaya kepatuhan. Ini juga akan menguntungkan DJP, terutama karena data yang lebih mudah diolah dan real time serta efisiensi proses bisnis.”
Dalam jurnal resmi UE dijelaskan kebijakan antisubsidi akan berlaku selama 4 bulan mulai dari 14 Agustus 2019 dan dapat diperpanjang 5 tahun. Besaran tarif bea masuk tergantung pada kapasitas masing-masing produsen Indonesia.
“Impor biodiesel Indonesia bersubsidi menyebabkan ancaman cedera materiel terhadap industri,” tulis Komisi Eropa dalam jurnal resminya.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pemerintah perlu memperluas implementasi bebas pajak bagi pengetahuan (no tax for knowledge). Langkah ini bisa diambil dengan menambah jenis buku-buku yang mendapat fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurutnya, keringanan pajak untuk buku tidak berbicara mengenai belanja pemerintah maupun pendapatan industri. Kebijakan tersebut lebih banyak ditujukan untuk meningkatkan tingkat literasi dan juga penyebaran pengetahuan.
“Tujuan akhirnya adalah kualitas SDM,” katanya.
Untuk Indonesia, Darussalam mengatakan pembebasan PPN sebenarnya sudah berlaku untuk beberapa buku, yakni buku pelajaran umum, pelajaran agama, dan kitab suci. Apabila target pemerintah saat ini adalah untuk meningkatkan kualitas SDM, Darussalam berpendapat ada baiknya pemerintah mempertimbangkan perluasan buku-buku yang dibebaskan PPN.
Perluasan keringanan pajak untuk buku tersebut dinilai lebih relevan dibanding dengan memberikan keringanan pembelian kertas kepada industri. Sebab, pengawasan peruntukan pembelian kertas sulit dilakukan.
Keputusan pengadilan yang memenangkan wajib pajak membuat kinerja penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 26 tertekan. Selama 2015—Juli 2019, jumlah sengketa PPh 26 yang masuk di tingkat peninjauan kembali (PK) dan telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) mencapai 53 perkara.
“Awal 2019 terdapat pengembalian PPh pasal 26 yang cukup besar karena adanya putusan pengadilan yang memenangkan wajib pajak, terutama kasus 2015 sehingga meningkatkan restitusi PPh 26 hingga dua kali lipat,” ujar Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan peningkatan restitusi akibat kekalahan di pengadilan merupakan konsekuensi yang harus diterima. Namun, dia mengatakan kekalahan ini tidak berulang sehingga tidak berdampak pada penerimaan jangka panjang.
DJP mengantisipasi berulangnya kekalahan dengan membenahi pemeriksaan untuk menekan sengketa. Kualitas pemeriksaan akan menjadi salah satu fokus otoritas dalam konteks pembenahan di sisi pemeriksaan. Hal ini diikuti dengan perbaikan regulasi untuk meningkatkan kepastian hukum. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.