KEBIJAKAN KEPABEANAN

Beli Sepatu dari Luar Negeri Kok Pajaknya Tinggi Banget, Ini Alasannya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 01 Agustus 2023 | 13:30 WIB
Beli Sepatu dari Luar Negeri Kok Pajaknya Tinggi Banget, Ini Alasannya

Sejumlah produk yang dikenakan tarif MFN. (unggahan DJBC)

JAKARTA, DDTCNews - Pernah membeli produk pakaian atau alas kaki dari luar negeri? Jika dicermati, nilai pajak yang harus dibayarkan cukup tinggi bahkan bisa saja hampir menyamai harga produk yang dibeli. Kok bisa?

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) lantas menguraikan hitung-hitungan pajak terhadap produk-produk tertentu yang dikenai tarif Most Favoured Nation (MFN) alias tarif reguler berdasarkan HS Code.

"Pernah belanja dari luar negeri, tetapi pajaknya berat di kantong? Bisa jadi barang kamu termasuk barang dengan pengenaan tarif MFN dan BMTP (bea masuk tindakan pengamanan). Sehingga pajaknya relatif lebih tinggi dibandingkan barang lainnya," tulis DJBC dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (1/8/2023).

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Secara umum, barang kiriman impor dengan nilai pabean melebihi FOB (free on board) US$3 sampai dengan US$1500 dikenai single tariff bea masuk sebesar 7,5% dan PPN 11%.

Namun, mengacu pada PMK 199/2019, ada beberapa jenis barang yang dikenai tarif Most Favoured Nation (MFN)/tarif reguler berdasarkan HS Code dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Hal tersebut, menurut DJBC, yang membuat pengenaan pajak atas produk-produk tertentu menjadi terasa lebih tinggi.

"Jenis barang yang menggunakan tarif MFN yang lebih tinggi adalah tas, koper, dan sejenisnya; produk tekstil, garmen, dan sejenisnya; serta alas kaki, sepatu, dan sejenisnya," tulis DJBC dalam keterangannya, dikutip pada Kamis (26/1/2023).

Baca Juga:
BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Penjelasan DJBC di atas menjawab keluhan seorang netizen di medsos. Netizen tersebut mengaku membeli sepasang sepatu dari luar negeri dengan harga Rp961.517. Namun, tagihan pajak terutangnya mencapai Rp577.838, jauh melebihi 50% dari total harga produk yang dibeli.

Secara lebih terperinci, HS Code yang diberlakukan tarif MFN adalah tas (42020) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).

Kemudian, produk tekstil (HS Code 61,62, dan 63) dengan bea masuk 25%, PPN impor 11%, PPh 7,5% (atau 15% jika tidak ada NPWP), dan BMTP Rp36.360 per unit. Terakhir, alas kaki (HS Code 64) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).

Baca Juga:
Ketentuan Bea Masuk Antidumping Ubin Keramik China, Download di Sini

Perlu dicatat, semua pembayaran tagihan hanya menggunakan kode billing. DJBC tidak akan meminta pembayaran dengan cara transfer ke rekening pribadi.

"Jadi dapat dipastikan jika pengguna jasa mengimpor 3 jenis barang tersebut akan dibebankan pungutan negara berupa bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan barang lainnya," tulis DJBC.

Cara Menghitung Tagihan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI)

Baca Juga:
Terkendala Saat Gunakan CEISA 4.0, DJBC Bagikan Tips agar Lancar

Nilai Pabean (NP) = CIF (harga, asuransi, ongkos kirim) x kurs pajak
Bea Masuk (BM) = tarif MFN x NP
Nilai Impor (NI) = NP + BM

PPN = 11% x NI
PPh = (7,5% - 10%) x NI
*jika tidak ada NPWP maka tarif PPh dikalikan 2

Total tagihan = BM + PPN + PPh

Baca Juga:
Ubin Keramik China Terbukti Dumping, Kemenkeu Beri Bea Masuk Tambahan

Namun, khusus untuk produk pakaian dan aksesoris pakaian (sesuai dengan PMK 142/2021) ada pengenaan bea masuk tambahan berupa bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). BMTP merupakan pungutan negara yang dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terjadi lonjakan impor, baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

"Ketentuan ini juga berlaku untuk barang kiriman impor jika barang yang diimpor merupakan barang yang HS Code-nya tercantum dalam PMK 142/2021.

Untuk Contoh perhitungan total tagihan Bea Masuk, BMTP, dan PDRI simak di artikel ini. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:15 WIB KEBIJAKAN BEA MASUK

BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Terkendala Saat Gunakan CEISA 4.0, DJBC Bagikan Tips agar Lancar

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN