Petugas dari KPP Pratama Sumedang saat memberikan edukasi perpajakan kepada pedagang emas.
SUMEDANG, DDTCNews - Sebanyak 15 pedagang emas di Sumedang diundang ke KPP Pratama Sumedang, beberapa waktu lalu. Mereka diminta hadir di kantor pajak untuk diberikan edukasi perpajakan terkini mengenai ketentuan pajak bagi perdagangan emas.
Penyuluh KPP Pratama Sumedang Faiz Rizki Hutama menjelaskan sosialiasi yang diberikan berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 48/2023 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penjualan/Penyerahan Emas.
"Kami berharap pedagang emas sudah menjadi pengusaha kena pajak (PKP) dan memungut PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Faiz dilansir pajak.go.id, Sabtu (25/11/2023).
DJP sempat mengulas secara terperinci tentang pokok-pokok pengaturan dalam PMK 48/2023 ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengungkapkan mekanisme baru pengenaan pajak atas emas dan jasa yang terkait sebagai berikut.
Pajak Emas Perhiasan
Pengusaha kena pajak (PKP) pabrikan emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual (untuk penyerahan kepada pabrikan emas perhiasan lainnya dan pedagang emas perhiasan) atau 1,65% dari harga jual (untuk penyerahan kepada konsumen akhir).
PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual (jika PKP memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan) atau 1,65% dari harga jual (jika tidak memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap).
Khusus penyerahan oleh PKP pedagang emas perhiasan kepada pabrikan emas perhiasan, besaran tertentu ditetapkan sebesar 0% dari harga jual.
Tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK 30/2014. Sebelumnya, penyerahan emas perhiasan oleh PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan terutang PPN sebesar 10% dikali dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain sebesar 20% dari harga jual atau penggantian (tarif efektifnya 2% dari harga jual atau penggantian).
Selain itu, pabrikan dan pedagang emas perhiasan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan emas perhiasan kepada konsumen akhir, wajib pajak (WP) yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), atau WP yang memiliki surat keterangan bebas (SKB).
PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.
Pajak Emas Batangan
Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara tidak dikenai PPN. Sementara emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan fasilitas PPN tidak dipungut dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PP 49/2022.
Namun, pengusaha emas batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), WP yang memiliki SKB pemungutan PPh, Bank Indonesia, atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi. PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.
Tarif PPh Pasal 22 ini terhitung turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK 34/2017. Sebelumnya, atas penjualan emas batangan dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual.
Pajak Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis
Dwi mengatakan untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban PPh dan PPN, memberi kesederhanaan, mengurangi beban administrasi perpajakan, serta mengurangi biaya kepatuhan, pendekatan pengaturan baru ini tidak hanya memperhatikan objeknya (emas perhiasan), tetapi juga memperhatikan subjeknya (pengusaha emas perhiasan).
Oleh karena itu, apabila PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan juga menjual perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, kini perlakuan PPN-nya sama dengan emas perhiasan.
PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual.
Selain itu, pabrikan dan pedagang emas perhiasan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), atau WP yang memiliki SKB pemungutan PPh.
PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.
Pajak Penyerahan Jasa yang terkait Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis sama seperti penyerahan emas perhiasan, PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari penggantian atas penyerahan jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.
Selain itu, atas imbalan jasa tersebut, dipotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 sesuai ketentuan umum oleh pihak yang membayarkan imbalan jasa, kecuali WP penerima imbalan merupakan WP yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), dan WP yang memiliki SKB pemotongan PPh.
Pajak Emas Granula
Selain mekanisme baru pengenaan pajak atas emas dan jasa yang terkait, melalui PP 70/2021, pemerintah telah memberikan fasilitasi PPN tidak dipungut atas emas granula. Dwi mengatakan hal ini dilakukan untuk mendorong kegiatan hilirisasi emas agar dapat lebih tumbuh di Indonesia sebagai salah satu pemasok emas terbesar global.
Emas granula yang dapat diberikan fasilitas PPN tidak dipungut harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, emas granula dengan ukuran diameter paling tinggi 7 milimeter. Kedua, kadar kemurnian 99,99% Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau terakreditasi London Bullion Market Association (LBMA) Good Delivery.
Ketiga, merupakan hasil produksi untuk diserahkan oleh pemegang kontrak karya, pemegang lzin usaha pertambangan, pemegang lzin usaha pertambangan khusus, atau pemegang lzin pertambangan rakyat. Penyerahan kepada pengusaha yang akan memproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan dan/atau emas perhiasan.
“Untuk itu mekanisme pada PP 70/2021 sudah dapat dilaksanakan tanpa memerlukan pengaturan tata cara lebih lanjut melalui peraturan menteri keuangan tersendiri,” imbuh Dwi. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.