THAILAND

Begini Tarif yang Diusulkan untuk 'Betterment Tax'

Redaksi DDTCNews | Selasa, 14 Februari 2017 | 11:55 WIB
Begini Tarif yang Diusulkan untuk 'Betterment Tax' Wakil Menteri Keuangan Thailand Wisudhi Srisuphan. (Foto: Bangkok Post)

BANGKOK, DDTCNews – Rencana pemerintah untuk memajaki tanah melalui RUU Betterment Tax kian matang. Pasalnya, pajak tanah dan bangunan yang akan dikenakan pada lahan kosong akan meningkat sebesar 0,5% setiap tiga tahun sekali dan akan dibatasi hingga 5%.

Wakil Menteri Keuangan Thailand Wisudhi Srisuphan mengatakan pengenaan pajak tanah atas lahan kosong ini secara khusus bertujuan untuk mendorong pemilik tanah agar dapat memanfaatkan lahan kosongnya menjadi lebih produktif.

“Karena memakan waktu untuk mengimplementasikannya, tarif pajak secara progresif akan diberlakukan. Sehingga tanah yang dibiarkan menganggur akan dikenakan pajak hingga tarif tertinggi sebesar 5%,” jelasnya, Selasa (13/2).

Baca Juga:
Thailand Didesak Beri Insentif Pajak untuk Dukung Perumahan Lansia

Dalam draf RUU sebelumnya, pajak tanah menganggur telah ditetapkan secara progresif sebagai berikut. Rentang waktu 1-3 tahun, dikenakan tarif pajak sebesar 1%, kemudian jika tanah tersebut menganggur dalam waktu 4-6 tahun dikenakan tarif 2%, dan jika lebih dari 7 tahun dikenakan tarif sebesar 3%.

“RUU saat ini sedang menunggu keputusan dari Dewan Pertimbangan Negara dan akan meminta persetujuan dari kabinet, sebelum disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dimusyawarahkan,” ungkap Wisudhi.

Sementara itu, Kementerian Keuangan telah memutuskan untuk menunda pemungutan pajak tanah dan bangunan selama satu tahun hingga tahun 2018 setelah Dewan Pertimbangan Negara menyatakan pendapatnya terkait dengan pajak atas tanah yang menganggur.

Seperti dilansir dalam bangkokpost.com, ‘Betterment Tax’ ini dilatarbelakangi keinginan pemerintah untuk mempersempit kesenjangan penghasilan di lapisan masyarakat, memperluas basis wajib pajak, meningkatkan penerimaan pajak daerah, dan efisiensi penggunaan lahan di seluruh negeri. (Gfa)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?