SKEMA PENGHINDARAN PAJAK

Begini Cara Google Hindari Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 14 Oktober 2016 | 15:36 WIB
Begini Cara Google Hindari Pajak

MALANG, DDTCNews – Tidak hanya di Indonesia, aksi Google menghindari pajak juga dilakukan di negara asalnya, Amerika Serikat. Lantas, bagaimana sebenarnya cara Google dapat menghindar dari segala kewajiban perpajakannya?

Pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyatakan Google selama ini memanfaatkan celah sistem perpajakan di negara lain. Google memilih berada di negara yang memberikan tarif pajak rendah atau memberikan berbagai fasilitas pajak yang menguntungkan.

"Kalau kita belajar international tax planning, pajak itu diibaratkan air. Dia mengalir di negara-negara yang memberikan tarif pajak rendah dan atau ke negara yang memberi berbagai fasilitas pajak," katanya dalam acara media gathering Direktorat Jenderal Pajak di Malang, Jumat (14/10).

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Meski Google didirikan di California, Amerika Serikat, tambah Darussalam, perusahaan ini juga mendirikan usaha di Irlandia, Belanda, dan Singapura. Penghasilan yang diperolehnya pun tersebar dari negara satu ke negara lain.

Di Negeri Paman Sam, penghasilan Google mencapai US$38 miliar dan keuntungannya mencapai US$10 miliar. Tarif pajak yang seharusnya dikenakan ke Google adalah 35%. "Tapi dengan skema tax planning, dia cukup membayar 2,2% saja. Jadi dia dapat menghemat 32,8%," jelasnya.

Double Irish Dutch Sandwich Ala Google

Baca Juga:
Resmi Terapkan PPN PMSE, Filipina Incar Setoran Pajak Rp28,48 Triliun

Untuk mendapatkan tarif pajak yang minim tersebut, Darussalam mengatakan Google menggunakan skema 'double Irish with Dutch sandwich' dengan mendirikan perusahaan di Irlandia. Irlandia sendiri dipilih karena tarif pajaknya rendah.

Tidak hanya itu, Google juga mendirikan perusahaan lagi di negara Bermuda. Hal ini dilakukan karena berdasarkan sistem perpajakan di Irlandia, perusahaan yang dapat menjadi subjek pajak adalah jika efektif manajemen dari perusahaan tersebut berada di Irlandia.

Oleh sebab itu, Google memutuskan perusahaan yang dibangunnya di Bermuda akan dijadikan efektif manajemen dari Google. Dengan begitu, Irlandia pun tidak bisa menjadikan Google sebagai subjek pajak.

Baca Juga:
DigiTax 4.0 sebagai Lompatan Besar dalam Sistem Perpajakan

"Artinya dia tidak punya status subjek pajak di negara manapun, sehingga tidak ada negara yang bisa mengenakan pajak," terangnya.

Untuk memuluskan jalan menghindari pajak, Google masih terganjal dengan ketentuan hukum perpajakan di AS yang bernama control foreign company (CFC). Untuk mengakali ketentuan tersebut, Google kembali mendirikan satu perusahaan aktif di Irlandia yang diberi nama Google Ireland Limited (GIL).

Selanjutnya, untuk mengalihkan penghasilan yang diperoleh dari GIL ke perusahaannya yang di negara Bermuda, Google pun kembali membuat satu perusahaan lagi di Belanda. Negeri Kincir Angin sendiri dikategorikan sebagai treaty haven karena memberikan fasilitas bagi skema international tax planning yang digunakan Google.

"Treaty haven itu negara yang memfasillitiasi skema international tax planning. Contohnya Belanda. Ketika sudah mampir di Belanda, dia tidak akan ada withholding tax-nya. Makanya tax planning yang dikenakan Google ini dikenal sebagia Double Irish," pungkas Darussalam. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Selasa, 01 Oktober 2024 | 17:17 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

DigiTax 4.0 sebagai Lompatan Besar dalam Sistem Perpajakan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN