JAKARTA, DDTCNews – Rabu pagi ini (14/2) berita pajak mengenai pelaporan data kartu kredit dari lembaga keuangan ke Ditjen Pajak masih mewarnai beberapa media. Pasalnya aturan yang sempat ditangguhkan dan mendapat banyak keluhan dari masyarakat, kini dihidupkan kembali.
Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah mengatakan batasan minimal pelaporan data kartu kredit masih perlu dibahas lebih lanjut. Mengingat sebelumnya, Ditjen Pajak sempat mengabarkan batasan minimum transaksi yang sekiranya akan ditentukan yaitu sekitar Rp1 miliar per tahun.
Meski begitu, pelaporan data kartu kredit itu pun baru akan berlaku pada April 2019 dan belum bisa diterapkan pada tahun ini. Pasalnya kebijakan itu tersandung Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 228/2017 yang tidak menyebut secara eksplisit terkait batasan minimal transaksi sebesar Rp1 miliar.
PMK 228/2017 hanya mengatur berbagai item yang harus dilaporkan oleh lembaga keuangan kepada Ditjen Pajak, seperti halnya nomor rekening, pemilik rekening, rincian transaksi tahunan, hingga berbagai informasi lainnya tanpa adanya penjelasan minimal transaksi.
Berita selanjutnya masih berkutat pada pelaporan data transaksi kartu kredit. Berikut ringkasannya:
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengakui masih perlu berdiskusi dengan kalangan perbankan terkait batasan minimal transaksi kartu kredit yang perlu dilaporkan kepada otoritas pajak. Diskusi itu berlandaskan karena banyaknya jenis kartu kredit yang digunakan nasabah. Di satu sisi, Ditjen Pajak tampak terburu-buru mempersiapkan segala keperluan untuk implementasi aturan yang baru akan berlaku lebih dari 13 bulan ke depan. Terlebih, Ditjen Pajak juga harus merancang ketentuan tertulis mengenai batasan transaksi kartu kredit yang wajib dilaporkan. Meski begitu, dia menilai pelaporan transaksi kartu kredit sama sekali tidak terkait dengan Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran data keuangan untuk kepentingan perpajakan, pasalnya kedua hal itu dalam ranah kebijakan yang berbeda.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menegaskan batasan transaksi kartu kredit Rp1 miliar per tahun tidak akan memicu kekhawatiran di masyarakat, khususnya pengguna kartu kredit. Hestu mengakui wajib lapor transaksi kartu kredit minimal Rp1 miliar per tahun hanya mampu menjaring sebagian nasabah saja. Karena pengguna kartu kredit dengan transaksi sebesar itu per tahun hanya terjadi pada kalangan tertentu saja. Di samping itu, berdasarkan PMK 228/2017 implementasi kebijakan ini diberlakukan pada Maret 2017. Sayangnya, Ditjen Pajak masih belum menyiapkan berbagai aturan teknis agar memiliki payung hukum dalam menjalankan tugas negara.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan kewajiban pendaftaran bagi jasa keuangan untuk kepentingan pelaporan data nasabah adalah standar yang merujuk pada Common Reporting Standard (CRS) dalam AEoI. Menurutnya pendaftaran dengan skema tersebut akan memudahkan administrasi pengumpulan informasi keuangan yang nantinya akan dikelola oleh otoritas pajak. Adapun lembaga keuangan juga diwajibkan untuk mendaftarkan diri terlebih dulu ke Ditjen Pajak paling lambat akhir Februari 2018. Ketentuan itu sejatinya telah diatur dalam Perdirjen Pajak nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Cara Pendaftaran bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang Berisi Informasi Keuangan secara Otomatis.
Ketua Himpunan Pengusaha Meuda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani menilai pasal 59 dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tercantum ketentuan yang memungkinkan fiskus melakukan pemeriksaan berulang pada tahun pajak sama. Menurutnya pasal itu tidak cocok dengan skema pelaporan pajak self assessment yang menganggap benar pelaporan pajak, sampai masa daluarsa pajak selesai atau jika diketahui ada angka atau nilai yang tidak benar. Sementara, koreksi penghitungan pajak secara self assessment termaktub dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Sedangkan dalam RUU KUP, wajib pajak dimungkinkan mendapat SKP untuk yang kedua kalinya, sehingga Ajib menilai hal ini tidak memiliki kepastian hukum.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan hasil peninjauan berbagai insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance akan rampung pada bulan depan. Insentif pajak itu diterbitkannya dalam rangka menggenjot sektor investasi dan ekspor. Lebih jauh, Sri Mulyani juga tengah mengupayakan untuk menyingkirkan aturan yang menghalangi investasi. Dia akan mengubahnya dengan single submission yang menurutnya akan lebih mempersingkat dan mempermudah investor.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.