KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Rumah, Upah Mandor dan Tukang Masuk Hitungan PPN KMS?

Redaksi DDTCNews | Senin, 11 November 2024 | 19:00 WIB
Bangun Rumah, Upah Mandor dan Tukang Masuk Hitungan PPN KMS?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri (KMS) memiliki kewajiban untuk membayar pajak pertambahan nilai (PPN) KMS.

Dasar pengenaan pajak (DPP) dari PPN KMS adalah nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 61/2022. Lantas apakah upah bagi tukang perlu dimasukkan dalam DPP PPN KMS?

"Sepanjang upah pekerja (tukang) tersebut masuk ke dalam jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, maka masuk ke dalam nilai DPP," jawab contact center Ditjen Pajak (DJP) saat menjawab pertanyaan netizen, Senin (11/11/2024).

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Perlu diperhatikan, PPN atas KMS bukan merupakan jenis pajak baru. Pengenaan PPN atas KMS sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 1995 melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 595/KMK.04/1994 yang mengatur mengenai batasan dan tata cara pengenaan PPN atas KMS.

Dalam perkembangannya, ketentuan yang memerinci batasan dan tata cara pengenaan PPN atas KMS beberapa kali mengalami perubahan. Terakhir, perincian ketentuan mengenai PPN atas KMS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2022.

Merujuk beleid tersebut, KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

KMS juga mencakup kegiatan membangun bangunan untuk orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pihak lain, tetapi tidak dipungut PPN oleh pihak lain tersebut. Artinya, KMS tidak mesti dilakukan oleh pemiliknya sendiri.

Namun, KMS bisa juga dilakukan oleh pihak lain seperti melalui tukang bangunan atau kontraktor sepanjang belum dipungut PPN. Misalnya, pembangunan suatu bangunan yang dilakukan oleh kontraktor yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) maka berpotensi terutang PPN KMS.

Sementara itu, apabila bangunan tersebut dibangun oleh kontraktor yang sudah dikukuhkan sebagai PKP maka kegiatan pembangunan itu tidak termasuk KMS. Dengan demikian, tidak ada kewajiban penyetoran PPN atas KMS.

Baca Juga:
Pertamina Hulu Rokan Setor Penerimaan Negara hingga Rp115 Triliun

Adapun atas penyerahan jasa pembangunan oleh kontraktor yang sudah PKP itu akan dipungut PPN dengan mekanisme umum oleh kontraktor yang bersangkutan. Namun, apabila kontraktor tersebut tidak memungut PPN maka kegiatan pembangunan itu berpotensi terutang PPN KMS.

Akan tetapi, tanggung jawab membayar PPN KMS itu dapat dikecualikan sepanjang orang pribadi atau badan bisa memberikan data/informasi mengenai pihak lain yang melakukan pembangunan. Data/informasi itu paling sedikit berupa identitas dan alamat lengkap pihak lain yang membangun bangunan.

Kendati demikian, tidak semua KMS atas suatu bangunan terutang PPN. Hal ini lantaran PPN hanya dikenakan atas KMS suatu bangunan yang memenuhi ketentuan. Adapun bangunan dikenakan KMS apabila memenuhi 3 kriteria.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2. Ketiga syarat itu bersifat kumulatif.

KMS tersebut bisa dilakukan secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tidak lebih dari 2 tahun. Apabila tenggat waktu antar tahapan pembangunan lebih dari 2 tahun maka kegiatan tersebut dianggap KMS terpisah sepanjang memenuhi ketentuan.

PPN atas KMS tersebut harus dihitung dan disetorkan sendiri oleh orang pribadi atau badan yang melakukan KMS. Adapun PPN atas KMS tersebut terutang pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.

Baca Juga:
Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Lebih lanjut, PPN atas KMS itu dikenakan dengan tarif efektif 2,2% atau 2,4% (apabila tarif PPN naik menjadi 12%) dari biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.

Contoh Kasus PPN KMS

Misalnya, Bapak Arifin mulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya pada April 2023. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah 200 m2. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Arifin dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:

  • pembelian tanah sebesar Rp200.000.000,
  • pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp180.000.000,
  • biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp70.000.000.

Dengan demikian, PPN terutang atas KMS yang dilakukan Bapak Arifin adalah (20% X 11%) X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000). Artinya, PPN terutang atas KMS oleh Bapak Arifin = 2,2% X Rp250.000.000 = Rp 5.500.000. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KURS PAJAK 29 JANUARI 2025 - 04 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KINERJA BUMN

Pertamina Hulu Rokan Setor Penerimaan Negara hingga Rp115 Triliun

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP