Peluncuran layanan ramah disabilitas oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan II.
JAKARTA, DDTCNews - Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II meluncurkan layanan ramah disabilitas (LARAS). Layanan perpajakan yang diberikan oleh kantor pajak kepada wajib pajak difabel akan dikemas melalui konsep aksesibilitas dan inklusivitas (AI).
Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II Neilmaldrin Noor mengatakan layanan ini diwujudkan untuk meningkatkan pelayanan dan menghilangkan diskriminasi terhadap disabilitas.
“Diharapkan dengan penerapan AI [aksesibilitas dan inklusivitas] akan sama dengan AI yang dapat memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas dan juga meningkatkan mutu pelayanan, sehingga tidak ada lagi diskriminasi,” kata Neilmaldrin saat meluncurkan LARAS di KPP Pratama Jakarta Cilandak, Rabu (2/10/2024).
Melalui LARAS, kantor pajak di bawah Kanwil DJP Jakarta Selatan II akan menyediakan berbagai fasilitas seperti ramp/bidang landai, kursi roda, guiding block, alat bantu dengar untuk teman tuli, loket prioritas, ruang tenang, dan petugas pajak yang fasih berbahasa isyarat.
Neil mengatakan fasilitas ini sudah tersedia di 9 kantor pelayanan pajak (KPP) yang tercakup dalam wilayah Kanwil DJP Jakarta Pusat II.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti memberikan apresiasi atas inovasi yang dijalankan oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan II. Dia menilai konsep ramah difabel ini menunjukkan kepedulian kantor pajak terhadap sesama.
“Tidak menyangka program ini luar biasa, ada 18 pegawai yang fasih bahasa isyarat. Terima kasih inisiatifnya, semoga bisa menjadi inspirasi kantor yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa DJP tidak hanya peduli terhadap penerimaan tetapi juga terhadap sesama dan saudara kita,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Fatimah Asri Mutmainah menganggap tersedianya fasilitas bisa menciptakan ruang partisipasi teman disabilitas terhadap penerimaan negara. Ikut andilnya teman difabel, ujarnya, juga akan memudarkan stigma kurang baik yang melekat pada penyandang disabilitas.
“Oh, berarti teman disabilitas bayar pajak ya, ini akan mengevaluasi stigma miring terhadap teman disabilitas. Tidak lagi dianggap lemah. Ini menciptakan ruang partisipasi karena saat dia bisa berkontribusi, menunjukan kesetaraan. Saya bisa, kok, berkontribusi kepada pembangunan,” katanya.
Fatimah juga berpesan bahwa diskriminasi pelayanan sering kali terjadi pada penyandang disabilitas kategori tidak terlihat. Disabilitas yang tidak terlihat itu mencakup tuli, mental illness, disleksia, gangguan neurologis, epilepsi, dan lainnya. Oleh karena itu, layanan publik harus turut inklusif terhadap kategori ini.
Sebagai contoh, fasilitas ruang tenang, tanda dan rambu-rambu yang jelas, tampilan website yang ramah disleksia, tampilan website ramah tunarungu, dan lain sebagainya.
“Pada faktanya diskriminasi masih banyak terjadi pada teman-teman tidak terlihat. Artinya pelayanan publik jangan hanya inklusif kepada yang terlihat. Kami berharap awal dari sebuah yang baik ini terus ditingkatkan untuk disabilitas berbagai ragam dan spektrum,” imbuhnya.
Dalam mewujudkan layanan ini, DJP Jakarta Selatan berkolaborasi dengan SLBN 02 Jakarta dalam memberikan pelatihan bahasa isyarat kepada perwakilan pegawai pada bulan Agustus lalu.
Selanjutnya pada bulan September, DJP Jakarta Selatan II juga bekerja sama dengan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) dalam pembuatan video visualisasi pemberian layanan di loket dan panduan bahasa isyarat bagi pegawai.
Sebagai tambahan informasi, program LARAS merupakan implementasi dari Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK). Dalam program RBTK, kementerian keuangan membentuk Duta Transformasi, yang kemudian berperan dalam merancang dan melaksanakan program LARAS guna meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.