PEMENUHAN kewajiban perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya secara mandiri. Kendati demikian, pemerintah tetap melaksanakan pembinaan, penelitian, pengawasan dan pelayanan.
Hal tersebut ditujukan untuk menjamin pemenuhan kewajiban pajak yang sesuai dengan ketentuan. Untuk itu, apabila terdapat wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya, DJP akan melakukan tindakan tegas salah satunya melalui pencegahan.
Pencegahan itu juga merupakan upaya penegakan hukum (law enforcement) terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Namun, pencegahan ini harus dilakukan dengan sangat selektif karena menyangkut hak asasi manusia (HAM). Lantas, apa itu pencegahan?
Definisi
WAJIB pajak yang tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah melewati jatuh tempo pelunasan akan dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak, sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) adalah:
“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita,”
Pencegahan merupakan salah satu bagian dari rangkaian tindakan penagihan pajak. Guna memahami makna dari pencegahan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak harus terlebih dahulu memahami pengertian pencegahan dalam ketentuan keimigrasian. Pasalnya, sesuai dengan Pasal 32 UU PPSP, pelaksanaan pencegahan dilakukan berdasarkan UU keimigrasian.
Merujuk Pasal 1 angka 28 UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari wilayah indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang.
Orang dalam hal ini bukan hanya warga negara Indonesia tetapi juga bisa warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia. Pelaksanaan pencegahan tersebut harus dilakukan dengan alasan yang jelas karena bersinggungan dengan penghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM.
Di dalam hukum pajak pencegahan merupakan salah satu tindakan penagihan pajak yang dapat dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak atau penanggung pajak. Merujuk Pasal 1 angka 20 UU PPSP jo. Pasal 1 angka 20 PMK 189/2020 pencegahan diartikan sebagai:
“Larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Pasal 29 UU PPSP menjelaskan jika pencegahan hanya yang dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Pencegahan ini diperlukan sebagai salah satu upaya penagihan. Namun, agar pelaksanaan pencegahan tidak sewenang-wenang maka pelaksanaan pencegahan diberikan syarat-syarat tertentu baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Adapun syarat kuantitatif yaitu memenuhi utang pajak dalam jumlah tertentu. Sementara itu, syarat kualitatif dilaksanakan pencegahan yaitu diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Dengan demikian, pencegahan hanya dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati.
Terdapat dua kriteria penanggung pajak yang diragukan iktikad baiknya sesuai dengan Pasal 49 ayat (2) PMK 189/2020. Pertama, tidak melunasi utang pajak sekaligus maupun angsuran walaupun telah diberitahukan surat paksa.
Kedua, menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai, termasuk akan membubarkan badan, setelah timbulnya utang pajak. Kriteria penanggung pajak yang diragukan itikad baiknya tersebut bisa bersifat kumulatif atau hanya memenuhi salah satunya.
Merujuk Pasal 30 ayat (1) UU PPSP pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri keuangan atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020, usulan pencegahan tersebut harus di dahului dengan pelaksanaan gelar perkara. Gelar perkara itu dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa suatu utang pajak valid.
Selain itu, gelar perkara tersebut dilakukan untuk memberikan keyakinan jika penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus diminta pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dalam pelaksanaan penagihan pajak dapat disimak dalam UU Keimigrasian, UU PPSP, PMK 189/2020, Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 03/PJ.04/2009, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020.
Simpulan
INTINYA pencegahan merupakan larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Simak Kamus “Siapa itu Penanggung Pajak”
Pencegahan merupakan bagian dari rangkaian tindakan penagihan pajak. Namun, pelaksanaan pencegahan tidak boleh sewenang-wenang dan hanya penanggung pajak yang memenuhi syarat kuantitatif maupun kualitatif yang dapat diusulkan untuk dicegah. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.