KAMUS HUKUM PAJAK

Apa Itu Pencegahan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 07 Desember 2020 | 19:01 WIB
Apa Itu Pencegahan?

PEMENUHAN kewajiban perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya secara mandiri. Kendati demikian, pemerintah tetap melaksanakan pembinaan, penelitian, pengawasan dan pelayanan.

Hal tersebut ditujukan untuk menjamin pemenuhan kewajiban pajak yang sesuai dengan ketentuan. Untuk itu, apabila terdapat wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya, DJP akan melakukan tindakan tegas salah satunya melalui pencegahan.

Pencegahan itu juga merupakan upaya penegakan hukum (law enforcement) terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya. Namun, pencegahan ini harus dilakukan dengan sangat selektif karena menyangkut hak asasi manusia (HAM). Lantas, apa itu pencegahan?

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Definisi
WAJIB pajak yang tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah melewati jatuh tempo pelunasan akan dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak, sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) adalah:

“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita,”

Pencegahan merupakan salah satu bagian dari rangkaian tindakan penagihan pajak. Guna memahami makna dari pencegahan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak harus terlebih dahulu memahami pengertian pencegahan dalam ketentuan keimigrasian. Pasalnya, sesuai dengan Pasal 32 UU PPSP, pelaksanaan pencegahan dilakukan berdasarkan UU keimigrasian.

Baca Juga:
Optimalkan Penagihan, Otoritas Ini Cegah 21.366 WP ke Luar Negeri

Merujuk Pasal 1 angka 28 UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari wilayah indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang.

Orang dalam hal ini bukan hanya warga negara Indonesia tetapi juga bisa warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia. Pelaksanaan pencegahan tersebut harus dilakukan dengan alasan yang jelas karena bersinggungan dengan penghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM.

Di dalam hukum pajak pencegahan merupakan salah satu tindakan penagihan pajak yang dapat dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak atau penanggung pajak. Merujuk Pasal 1 angka 20 UU PPSP jo. Pasal 1 angka 20 PMK 189/2020 pencegahan diartikan sebagai:

Baca Juga:
Sebelum Usul Pencegahan, KPP Harus Lakukan Identifikasi dan Profiling

“Larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Pasal 29 UU PPSP menjelaskan jika pencegahan hanya yang dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Pencegahan ini diperlukan sebagai salah satu upaya penagihan. Namun, agar pelaksanaan pencegahan tidak sewenang-wenang maka pelaksanaan pencegahan diberikan syarat-syarat tertentu baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

Baca Juga:
Untuk Jaminan Pelunasan Utang Pajak, KPP Sita 1 Unit Kendaraan

Adapun syarat kuantitatif yaitu memenuhi utang pajak dalam jumlah tertentu. Sementara itu, syarat kualitatif dilaksanakan pencegahan yaitu diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Dengan demikian, pencegahan hanya dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati.

Terdapat dua kriteria penanggung pajak yang diragukan iktikad baiknya sesuai dengan Pasal 49 ayat (2) PMK 189/2020. Pertama, tidak melunasi utang pajak sekaligus maupun angsuran walaupun telah diberitahukan surat paksa.

Kedua, menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai, termasuk akan membubarkan badan, setelah timbulnya utang pajak. Kriteria penanggung pajak yang diragukan itikad baiknya tersebut bisa bersifat kumulatif atau hanya memenuhi salah satunya.

Baca Juga:
Kejar Piutang Rp19 Miliar, Pemkab Gencarkan Pengawasan dan Penagihan

Merujuk Pasal 30 ayat (1) UU PPSP pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri keuangan atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020, usulan pencegahan tersebut harus di dahului dengan pelaksanaan gelar perkara. Gelar perkara itu dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa suatu utang pajak valid.

Selain itu, gelar perkara tersebut dilakukan untuk memberikan keyakinan jika penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus diminta pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak.

Baca Juga:
Wajib Pajak Ini Tunggak Pajak, Ujung-ujungnya Mobil Pribadi Disita

Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dalam pelaksanaan penagihan pajak dapat disimak dalam UU Keimigrasian, UU PPSP, PMK 189/2020, Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 03/PJ.04/2009, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020.

Simpulan
INTINYA pencegahan merupakan larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Simak Kamus “Siapa itu Penanggung Pajak

Pencegahan merupakan bagian dari rangkaian tindakan penagihan pajak. Namun, pelaksanaan pencegahan tidak boleh sewenang-wenang dan hanya penanggung pajak yang memenuhi syarat kuantitatif maupun kualitatif yang dapat diusulkan untuk dicegah. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN