KAMUS PAJAK

Apa Itu Barang Kena Cukai yang Mau Ditambah Jokowi?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 14 Februari 2020 | 15:25 WIB
Apa Itu Barang Kena Cukai yang Mau Ditambah Jokowi?

Ilustrasi pita cukai. (transform-mpi.com)

Pemerintah berencana mempermudah proses penambahan barang kena cukai (BKC) melalui RUU omnibus law perpajakan. Tak hanya itu, pemerintah juga ingin menambah tiga objek BKC baru jika RUU tersebut disahkan.

Tiga objek cukai baru itu di antaranya kantong plastik, minuman berpemanis, dan emisi karbon. Adapun saat ini, objek yang menjadi BKC baru sebanyak tiga produk, yakni etil alkohol atau etanol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau.

Arti Cukai
Berdasarkan UU No. 39/2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU. Secara umum, cukai dikenal dengan istilah excise, baik berupa excise tax maupun excise duty.

Baca Juga:
Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Merujuk ‘Dictionary of Legal Term’ karya Steven H.Gifis, excise adalah pajak atas barang manufaktur atau barang dagang juga atas lisensi untuk mengejar perdagangan tertentu atau untuk berurusan dengan komoditas tertentu.

Excise dikenakan secara langsung tanpa melalui penilaian dan diukur berdasarkan ukuran bisnis atau pendapatan yang diterima.

Sementara OECD mendefinisikan excise duties sebagai pajak khusus yang dikenakan pada jenis barang tertentu, biasanya minuman beralkohol, tembakau dan bahan bakar.

Baca Juga:
Update 2025, Apa Itu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain?

Excise duties dapat dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi dan umumnya dinilai dengan mengacu pada berat atau persentase atau jumlah produk.

Kemudian merujuk ‘International Tax Glossary’ terbitan IBFD, excise adalah suatu konsep longgar yang mengacu pada pajak atas suatu tindakan atau transaksi mencakup produksi, penjualan, impor atau konsumsi.

Excise umumnya dibebankan pada kegiatan tertentu seperti perjudian atau transportasi udara. Pungutan ini juga dikenakan pada produk tertentu seperti alkohol, rokok, dan bahan bakar kendaraan bermotor.

Baca Juga:
Memahami Pajak Minimum Global Berdasarkan Pilar 2 OECD, Baca Buku Ini

Lebih lanjut menurut Sijbren Cnossen, cukai dikenakan diantaranya untuk meningkatkan pendapatan negara, untuk mencerminkan biaya eksternal, serta untuk mengendalikan konsumsi.

Dengan kata lain, selain meningkatkan meningkatkan pendapatan, cukai dapat dirancang untuk memenuhi tujuan kesehatan, lingkungan, ekonomi, konsumsi atau kebijakan sosial lainnya.

Cukai juga merupakan pungutan tersendiri, atau berbeda dengan PPN atau Pajak Penjualan. cukai hanya dikenakan pada produk tertentu dan bukan bagian dari klasifikasi pajak umum, bea masuk, ataupun bea keluar.

Baca Juga:
Apa Itu Pemeriksaan Pajak Daerah?

Sedangkan untuk PPN atau Pajak Penjualan (PPn) dikenakan terhadap segala jenis konsumsi barang secara umum.

Karakteristik Barang Kena Cukai
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 39/2007, cukai dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sebagai berikut:
1. barang-barang yang konsumsinya harus dibatasi,
2. barang-barang yang distribusinya harus diawasi,
3. barang-barang yang konsumsinya berdampak pada rusaknya lingkungan hidup,
4. sebagai sarana untuk memenuhi rasa kebersamaan keadilan di masyarakat.

Pasal 2 ayat (1) tersebut juga bisa menjadi landasan dan kepastian hukum untuk memperluas BKC atau biasa disebut ekstensifikasi BKC. Ekstensifikasi objek cukai untuk Indonesia pernah dikaji oleh DDTC dalam Working Paper DDTC No. 1919.

Saat ini terdapat tiga barang yang termasuk dalam BKC di Indonesia, yaitu etil alkohol atau etanol; minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun termasuk konsentrat yang mengandung etil alcohol; dan hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Senin, 10 Februari 2025 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain?

Senin, 10 Februari 2025 | 11:44 WIB LITERATUR PAJAK

Memahami Pajak Minimum Global Berdasarkan Pilar 2 OECD, Baca Buku Ini

Minggu, 09 Februari 2025 | 15:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pemeriksaan Pajak Daerah?

BERITA PILIHAN
Kamis, 13 Februari 2025 | 13:30 WIB PER-23/BC/2024

DJBC Rilis Aturan Baru soal Pelayanan Pengangkutan Barang Tertentu

Kamis, 13 Februari 2025 | 12:30 WIB KOTA SALATIGA

Perbaiki Akurasi Setoran Pajak, Pemda Perbanyak Alat Perekam di Kasir

Kamis, 13 Februari 2025 | 12:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perjalanan Coretax System pada Awal Implementasinya

Kamis, 13 Februari 2025 | 11:37 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP Catat 3,33 Juta Wajib Pajak Sudah Laporkan SPT Tahunan 2024

Kamis, 13 Februari 2025 | 11:31 WIB PENG-13/PJ.09/2025

Penting! Poin-Poin DJP Soal Pembuatan FP Lewat e-Faktur Client Desktop

Kamis, 13 Februari 2025 | 11:00 WIB INSENTIF PAJAK

Ada Insentif, DJP Sebut Gaji Pegawai Bisa Utuh Tanpa Dipotong Pajak

Kamis, 13 Februari 2025 | 10:30 WIB CORETAX SYSTEM

Ajukan Sertel/Kode Otorisasi DJP, WP Tak Perlu Lagi Validasi Wajah

Kamis, 13 Februari 2025 | 10:15 WIB INSENTIF PAJAK

Ada Insentif Pajak, Menteri Investasi Ajak Pengusaha Lakukan Litbang