Anggota Komisi VII Hendry Munief. (foto: dpr.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi VII Hendry Munief meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Hendry mengatakan ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. Untuk itu, kenaikan tarif PPN berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam upaya menjadi negara maju.
"Jika PPN dinaikkan pada tahun 2025, bukan hanya ekonomi yang tidak bertumbuh, tetapi juga bisa menghambat Indonesia dalam upayanya menjadi negara maju," katanya, dikutip pada Senin (18/11/2024).
Saat ini, lanjut Hendry, bukan waktu yang tepat untuk menaikkan tarif PPN. Terlebih, dengan tren deflasi dalam 5 bulan terakhir yang menggambarkan pelemahan daya beli masyarakat. Dalam 5 tahun terakhir, Indonesia juga telah kehilangan 9,48 juta orang dari kelas menengah.
Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor konsumsi, khususnya dari kelas menengah yang memiliki karakteristik konsumtif. Oleh karena itu, kenaikan PPN ini berpotensi menurunkan tingkat konsumsi masyarakat.
"Jika kenaikan PPN tetap dilaksanakan, kelas bawah akan semakin bertambah, dan ini berbahaya bagi ekonomi kita," ujarnya.
Hendry menambahkan kenaikan tarif PPN juga bakal berdampak negatif terhadap pelaku UMKM. Padahal, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap PDB, yaitu mencapai 61%.
Ketimbang menaikkan tarif PPN, dia mengusulkan pemerintah untuk mencari alternatif penerimaan lain. Misal, dengan memperkuat penerimaan pajak dari sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan seperti tambang.
"Cara-cara ini lebih elegan dan tidak langsung membebani daya beli masyarakat," tutur Hendry.
Sebagai informasi, UU PPN s.t.d.t.d UU HPP telah mengatur kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12%. Tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, sedangkan tarif sebesar 12% bakal mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun, UU HPP juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan bersama DPR. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.