UU HPP

Ada UU HPP, Bagaimana Ketentuan Lapisan Tarif PPh untuk Pesangon?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 28 Januari 2022 | 15:00 WIB
Ada UU HPP, Bagaimana Ketentuan Lapisan Tarif PPh untuk Pesangon?

Unggahan @kring_pajak di Twitter.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menjelaskan mengenai ketentuan lapisan tarif PPh 21 final atas pesangon. Akun DJP, @kring_pajak, merespons pertanyaan netizen tentang update ketentuan lapisan tarif PPh 21 final atas pesangon.

"Mau tanya lapisan tarif pesangon untuk Januari 2022 apakah sama? Ataukah berbeda? Mohon infonya. Terima kasih," tulis akun @kikikikuk8, Jumat (28/1/2022).

DJP kemudian membalas pertanyaan tersebut dengan menegaskan bahwa tidak ada perubahan ketentuan tentang pesangon di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Ketentuan tarif pajak 21 final atas pesangon, imbuh DJP, masih mengacu pada PP 68/2009 tentang tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.

"Sepanjang PP 68/2009 belum diganti/dicabut maka masih berlaku dan menjadi rujukan terkait pengenaan PPh 21 final atas pesangon," imbuh @kring_pajak dalam cuitannya.

Sebagai informasi, PP 68/2009 menyebutkan pesangon yang diterima atau diperoleh oleh pegawai merupakan objek PPh yang wajib dipotong PPh Pasal 21.

Baca Juga:
Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Dalam peraturan tersebut, yang dimaksud dengan uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

DDTC sempat mengulas secara mendalam hal ini dalam rubrik konsultasi.

Setidaknya, terdapat 2 aspek pemajakan yang diatur, yaitu atas uang pesangon yang dibayarkan secara sekaligus atau dianggap sekaligus dan atas uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap. Berikut penjelasannya.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Pertama, untuk uang pesangon yang dibayarkan secara sekaligus atau dianggap dibayarkan sekaligus. Atas uang pesangon yang diterima atau diperoleh pegawai dikenai pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final.

Umumnya, perusahaan atau pemberi kerja membayarkan secara langsung uang pesangon saat PMK. Namun, karena alasan keuangan, pembayaran uang pesangon yang seharusnya dibayarkan sekaligus, dapat dilakukan dalam beberapa kali pembayaran.

Sesuai PP 68/2009, apabila pembayaran uang pesangon dilakukan dalam beberapa kali pembayaran sepanjang dilakukan dalam waktu 2 tahun kalender, dianggap sebagai pembayaran secara sekaligus dan dihitung sebagai satu kesatuan untuk pengenaan pajaknya.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Dengan memperhatikan bahwa besarnya uang pesangon dikaitkan dengan masa kerja dan besarnya upah atau penghasilan yang diterima setiap bulan maka tarif PPh Pasal 21 yang dikenai bersifat progresif. Namun, lapisan tarif progresif yang diberlakukan berbeda dengan lapisan tarif yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Sesuai Pasal 4 PP 68/2009, besaran tarif pajak penghasilan uang pesangon dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Tarif 0% untuk penghasilan bruto sampai dengan Rp50 juta;
  2. Tarif 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta sampai dengan Rp100 juta;
  3. Tarif 15% untuk penghasilan bruto di atas Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta; dan
  4. Tarif 25% untuk penghasilan bruto di atas Rp500 juta.

Kedua, untuk uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap. Dengan batasan waktu sampai dengan 2 tahun, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada pegawai pada tahun ketiga dan seterusnya.

PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 20 Oktober 2024 | 07:30 WIB PER-8/PJ/2022

Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN