Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memperbarui aplikasi compliance risk management (CRM) seiring dengan dikembangkannya coretax administration system.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dengan adanya CRM, pelayanan dan tindak lanjut oleh fiskus akan disesuaikan dengan profil risiko dari wajib pajak tersebut.
Dalam CRM terbaru, pendekatan risiko akan digunakan untuk hampir semua jenis layanan. "Sehingga makin patuh Anda maka makin mudah dan murah pelayanan perpajakannya. Makin Anda tidak patuh, akan makin sulit dan mahal dalam menghadapi sistem perpajakan," ujar Iwan, Rabu (25/10/2023).
Tak hanya itu, CRM terbaru juga mampu menindaklanjuti aggressive tax planning. Menurut Iwan, pencegahan aggressive tax planning dimungkinkan lewat penggunaan data prediktif yang dihasilkan oleh deep analytics. Dengan data prediktif, CRM dapat mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang bersifat prediktif pula.
"CRM ini kan awal-awal hanya data deskriptif. Dari data deskriptif ini nanti akan kita olah menggunakan deep analytics. Ini yang akan kita arahkan ke mana-mana. Hasil dari deep analytics tadi akan masuk dan tax planning itu kelihatan. Hasil deep analytics akan meng-update CRM," ujar Iwan.
Guna mendukung rencana tersebut, Iwan mengatakan saat ini pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan Pengadilan Pajak. Lewat kerja sama tersebut, putusan-putusan Pengadilan Pajak akan dianalisis menggunakan artificial intelligence. Hasil analisis tersebut akan menjadi input bagi CRM.
"Untuk aggressive tax planning ini kita tidak bisa sendiri. Kita harus punya data dari pengadilan, Mahkamah Agung, termasuk praktisi-praktisi," ujar Iwan.
Untuk diketahui, CRM adalah proses pengelolaan risiko kepatuhan yang dilakukan secara terstruktur, terukur, objektif, dan berulang dalam rangka mendukung pengambilan keputusan terbaik DJP, meliputi tahapan kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan pilihan perlakuan, serta monitoring dan evaluasi atas risiko kepatuhan.
CRM pertama kali digunakan oleh DJP untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan pada September 2019 seiring dengan ditetapkannya SE-24/PJ/2019. (sap)
Melalui SE-39/PJ/2021, CRM juga digunakan DJP untuk membantu perihal pelayanan, edukasi perpajakan, serta secara khusus mengidentifikasi risiko transfer pricing. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.