KAMUS PAJAK

Apa Itu Tax Buoyancy?

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 16 Desember 2021 | 11:00 WIB
Apa Itu Tax Buoyancy?

ELASTISITAS penerimaan pajak terhadap perubahan pendapatan nasional menjadi unsur penting yang kerap dipilih negara berkembang untuk mempertimbangkan kriteria sistem pajak (Mansfield, 1972). Salah satu indikator untuk mengukur elastisitas tersebut adalah tax buoyancy.

Tax buoyancy dapat pula digunakan untuk mengestimasi penerimaan pajak. Selain itu, tax buoyancy bisa digunakan dalam proses evaluasi dampak perubahan kebijakan pajak terhadap penerimaan. Lantas, apa itu tax buoyancy?

Definisi
Tax buoyancy merupakan istilah yang sering kali digunakan untuk menyebut pengukuran respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga:
Apa Itu Klinik Ekspor?

Total elastisitas tersebut memperhitungkan peningkatan pendapatan dan perubahan diskresioner. Perubahan diskresioner itu mencakup tarif dan basis pajak yang dibuat oleh otoritas dalam sebuah sistem pajak (Jenkins et al, 2000)

Definisi serupa dikemukakan Mansfield (1972). Menurutnya, tax buoyancy adalah konsep yang digunakan untuk mengukur persentase total perubahan penerimaan pajak, termasuk perubahan diskresioner, terhadap persentase perubahan pendapatan.

Mansfield mendefinisikan perubahan diskresioner sebagai perubahan hukum atau peraturan perundang-undangan terkait dengan tarif atau basis pajak, pengenalan pajak baru, dan upaya administratif tertentu.

Baca Juga:
Apa Itu Simbara?

Dudine dan Jalles (2017) mendefinisikan tax buoyancy sebagai indikator untuk mengukur respons total penerimaan pajak, baik terhadap perubahan pendapatan nasional maupun terhadap perubahan kebijakan pajak dari waktu ke waktu. Tax buoyancy menginterpretasikan persentase perubahan penerimaan pajak untuk setiap persen pertumbuhan ekonomi.

Menurut Rajaraman et al (2006), tax buoyancy mengukur persentase respons dari penerimaan pajak terhadap 1% perubahan dalam basis pemajakan. Perubahan basis itu biasanya menggunakan PDB sebagai proxy. Perhitungan tax buoyancy ini diperlukan untuk proyeksi fiskal.

Terdapat 2 macam pendekatan dalam perhitungan tax buoyancy. Pertama, menghitung respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap perubahan PDB tanpa melihat perubahan kebijakan yang terjadi pada tahun bersangkutan.

Baca Juga:
Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

Kedua, menghitung elastisitas penerimaan pajak tersebut dengan memperhitungkan kebijakan pajak. Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan unsur rasio PDB terhadap penerimaan pajak (Febrantara, Yustisia, & Vissaro, 2019)

Penerimaan pajak dapat dibilang optimal apabila kinerjanya dapat mengimbangi, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Tax buoyancy lebih dari 1 menandakan kinerja penerimaan pajak melampaui kinerja ekonomi.

Sebaliknya, tax buoyancy dengan nilai kurang dari 1 atau negatif menandakan kinerja pajak yang tidak sebanding dengan performa ekonomi negara tersebut (Febrantara, 2020).

Baca Juga:
Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Di sisi lain, Wijayanti dan Budi (2010) menyatakan nilai buoyancy pajak yang lebih kecil dari 1 mengindikasikan rendahnya elastisitas pajak dan tidak efektifnya perubahan diskresioner. Sementara nilai buoyancy pajak yang lebih besar dari 1 mengindikasikan perubahan diskresioner dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Simpulan
INTINYA, tax buoyancy merupakan suatu indikator untuk mengukur respons penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi yang direfleksikan dengan PDB. Tax buoyancy menunjukkan persentase perubahan penerimaan perpajakan untuk setiap persen pertumbuhan ekonomi. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Klinik Ekspor?

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:00 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

BERITA PILIHAN
Kamis, 24 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Masuk Tahap ke-14, Kantor Bea Cukai Terapkan secara Penuh CEISA 4.0

Kamis, 24 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik

Kamis, 24 Oktober 2024 | 13:45 WIB UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (UII)

Profesional Pajak Perlu Kuasai Soft Skills, Ternyata Ini Alasannya

Kamis, 24 Oktober 2024 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: PKP Harus Upload Perincian Penyerahan Faktur Eceran

Kamis, 24 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Menteri Keuangan dari Masa ke Masa

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:40 WIB LITERATUR PAJAK

Perlakuan Pajak atas Jasa Parkir di Indonesia, Cek Panduannya di Sini

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Ingatkan Para Menteri untuk Dukung Makan Bergizi Gratis

Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Opsen Pajak Berlaku Mulai Tahun Depan, Program Sengkuyung Digencarkan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kepada Sri Mulyani, Prabowo Tekankan Penggunaan APBN Harus Teliti