POLA hubungan antara pemerintah pusat dan daerah saat memasuki orde reformasi mengalami perubahan. Sejak 1999, sistem pemerintahan Indonesia yang bersifat sentralistik diubah menjadi desentralistik atau acap dikenal sebagai era otonomi daerah.
Pada era otonomi daerah ini, pemerintah pusat memberikan kewenangan yang sangat besar kepada kepada pemerintah daerah. Pemberian kewenangan tersebut termasuk dalam memungut pajak dan retribusi daerah atau desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal menuntut daerah menjadi mandiri dalam mengelola keuangannya dan melakukan pembangunan. Kemandirian daerah tersebut salah satunya dapat diukur atau tercermin dari kapasitas fiskal daerah. Lantas, apa itu kapasitas fiskal daerah?
Kapasitas fiskal daerah (KFD) adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan sumber daya finansialnya secara efektif. KFD menjadi ukuran untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola kemampuan keuangan mereka (Kemenkeu Learning Center, 2023).
Ketentuan mengenai KFD di antaranya tercantum dalam peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan peta KFD. Biasanya, kementerian keuangan merilis PMK tersebut setiap tahun. Misalnya, pada 2024, ketentuan tersebut tercantum dalam PMK 65/2024.
Berdasarkan PMK 65/2024, KFD adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh menteri keuangan negara untuk berbagai kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk lampiran PMK 65/2024, formula atau rumus yang digunakan untuk menghitung KFD ialah (pendapatan + penerimaan pembiayaan tertentu) – (pendapatan yang penggunaanya sudah ditentukan +belanja tertentu + pengeluaran pembiayaan tertentu).
Berdasarkan formula itu, KFD umumnya tecermin melalui pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah tertentu dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja serta pengeluaran pembiayaan tertentu.
Pendapatan yang dimaksud seperti pendapatan asli daerah (PAD), dana transfer dari pemerintah pusat, pendapatan transfer antar daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sementara itu, belanja antara lain seperti belanja pegawai, belanja bagi hasil, dan belanja bunga.
Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi KFD, salah satunya penerimaan pajak daerah. Untuk diperhatikan, makin besar penerimaan pajak yang dihimpun oleh suatu daerah maka kapasitas fiskal daerahnya pun makin tinggi.
Selain itu, dana transfer dari pemerintah pusat, kondisi ekonomi lokal, dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola anggarannya juga menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat KFD. Namun, apa sebenarnya pentingnya KFD?
Seperti yang telah disebutkan, KFD menggambarkan kemampuan keuangan suatu daerah. Dengan demikian, daerah dengan KFD yang kuat lebih memungkinkan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur serta menyediakan layanan publik yang optimal.
Selain itu, KFD menjadi unsur untuk menyusun peta KFD. Mengacu pada Pasal 1 angka 1 PMK 65/2024, peta KFD adalah gambaran kemampuan keuangan daerah yang dikelompokkan berdasarkan rasio KFD.
Rasio KFD itu diperoleh dari pembagian antara KFD dengan belanja pegawai. Berdasarkan hasil penghitungan rasio KFD, daerah akan dikelompokkan dalam 5 kategori. Kelima kategori itu meliputi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Berdasarkan PMK 65/2024, peta KFD dapat digunakan untuk 8 keperluan. Pertama, pertimbangan dalam pengusulan daerah penerima hibah yang bersumber dari: penerimaan dalam negeri; dan/atau pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri (dalam hal pelaksanaan hibah melalui pembiayaan awal).
Kedua, penentuan besaran dana pendamping oleh pemerintah daerah, dalam hal dipersyaratkan. Ketiga, pertimbangan dalam memberikan pembiayaan utang daerah.
Keempat, pertimbangan dalam memberikan subsidi bunga pinjaman dari lembaga keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank yang mendapat penugasan dari pemerintah pusat.
Kelima, pertimbangan dalam memberikan persetujuan pembentukan dana abadi daerah (DAD). Keenam, pertimbangan dalam pengalokasian transfer ke daerah dan dukungan pendanaan dari pemerintah pusat berupa belanja kementerian/lembaga dalam rangka sinergi pendanaan.
Ketujuh, pertimbangan dalam penyelarasan pemenuhan belanja wajib infrastruktur. Kedelapan, penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Contoh penggunaan peta KFD: kategori KFD yang tinggi atau sangat tinggi menjadi syarat agar suatu daerah dapat membentuk DAD. Simak Apa Itu Dana Abadi Daerah? (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.